Part I: Nambah Gak Nih?
POV Catherine
“Uh.. uh… uh… enak, Ben… Terusiiiin. Jangan berhenti,” Racau Lina…
“Ah… ah… ah… Dikit lagi Aku keluar, Sal,” erangku keenakan…
Iya. Gue dengan Lina lagi double doggy style. Aku lagi di-doggy Isal, suami Lina. Sedangkan Ben, suamiku lagi nge-doggy Lina.
Inilah rutinitas aku dan sahabatku, Lina. Tukar pasangan atau making love bareng.
Sudah hampir dua tahun aku dan Lina punya limited open relationship. Setidaknya itu istilah yang kami berempat sepakati.
Jelasnya, aku dan Lina bebas tukar pasangan kapan pun. Aku dan Isal bebas ngewe sesuai keadaan. Begitu juga Lina bebas ngentotin Ben.
Tentunya sepengetahuan pasangan masing-masing. Juga tidak mengganggu waktu bersama keluarga yang sah. Saling mengerti lah.
Kenalin, Aku Cathrine, tapi teman-teman biasa memanggilku Katy atau Ket saja.
Umurku 29 tahun. Ben (30 tahun), suamiku, punya usaha konsultan multimedia dan komunikasi.
Semacam event organizer lah.
Aku sendiri sempat kerja sebagai Guest Relation Officer di hotel.
Dua tahun lalu aku berhenti kerja karena usaha Ben sudah mapan.
Sekarang aku menjadi ibu rumah tangga penuh waktu. Fokus urus Ben. Fokus ngurusin Paolo, anak Gue yang usianya tiga tahun.
Eh iya, fokus juga eksplorasi seks bersama Ben, Lina, dan Isal. Seperti yang aku lakuin malam ini.
Ngentot bareng berempat. Kami selalu agendakan silaturahmi lendir minimal sebulan sekali.
Tentu ini belum termasuk aku ngentot berduaan Isal doank. Atau Lina dan Ben yang saling memuaskan hasrat mereka berdua.
Kegiatan ini kami mulai nyaris dua tahun lalu. Kapan-kapan aku ceritain gimana awal mula keterbukaan kami soal seks.
Lina ini sahabat dekatku. Tiga tahun aku dan Lina satu kelas di SMP. Lanjut satu SMA. Kuliah aja yang beda.
Sementara Ben dan Isal adalah teman satu kuliah. Jadi wajar saja kami menjadi sangat akrab sampai saat ini.
Keakraban ini jadi semakin erat karena kami tinggal di perumahan yang sama.
Aku di blok K, Lina di Blok B. Rumah Lina bisa kutempuh berjalan kaki.
Malam ini Kita berempat kembali silaturahmi lendir di rumah Lina. Emang ngentot bareng begini lebih sering di rumah Lina.
Mereka belum punya anak, jadi hanya berdua di rumah. Sementara di rumah Gue, ada Nyokapnya Ben yang nemenin anakku.
“Sal… Sal… Aku keluaaaaaar. Uuuurrgghhh. Anjiiiiing, enaaaaaak., Saaaaal,” Aku merintih keenakan.
“Huuuuf… Huuuuf.” Aku mencoba menggapai oksigen sedapatnya sambil memejam menahan nikmat.
“Bentaaar… Jangan tukeran dulu, Ket… Ini Aku keluaaar. Ben mempercepat pompaan di memek Lina demi mengejar orgasme perdana Lina malam ini.
“Aduh enaaaaak. Aduh… Aduuh.. Enak, Beeeeen,” teriak Lina.
Kebiasaan kami, setelah para perempuan orgasme dengan laki yang bukan suaminya, tukar kembali ke pasangan resmi.
Tradisi ini dilakukan demi memberi kesempatan meraih kepuasan bersama pasangan yang sah.
Isal pun mencabut kontolnya dari memek Gue. Terlihat kilauan lendir orgasmeku pada kontol berlapis kondom milik suami Lina ini.
Kontol gemuk Isal ini yang berkali-kali mengantarku pada kenikmatan seks selain kontol suamiku.
Isal pun lanjut berbaring. Kami bertiga kompak bergeser. Aku berbaring di samping Isal, siap-siap digenjot Ben, suamiku.
Sementara Lina berbaring menyamping di samping Isal dan aku. Tampak Lina membersihkan memek beceknya dengan tisu.
Kalau sudah orgasme begini, aku lebih memilih gaya misionaris. Selain lemes, aku suka dipeluk suami sambil merasakan ciuman ganasnya.
Iya, bibir suamiku memang seenak itu. Tanya saja Lina dan perempuan-perempuan yang pernah dia cium.
Sementara Lina lebih suka dipeluk dari samping sambil memeknya digenjot perlahan dengan gaya spooning.
Setelah mengembalikan stamina, Lina akan menunjukkan keganasan goyangan dia dalam Woman on Top atau Reverse Cow Girl.
Sebenarnya dia bukan bermaksud menunjukkan goyangan andalannya.
Lina ingin mengendalikan sentuhan di memeknya demi mengejar orgasme berikut.
Lihat saja. Lina sudah kembali mengaduh-aduh di sela-sela goyangan maju mundurnya.
Kalau Lina sudah mengaduh, jangan coba mengganggu. Itu tanda orgasmenya sudah di ujung memek.
“Sal, pelintirin putingkuuuu. Iya, gitu, sayaaang,” pinta Lina dengan nada memelas.
“Duuuuh, ngeheeeeeee. Lemeeeees deeeeh,” ujar Lina.
Ia pun terjatuh lemas di pelukan suami yang dinikahinya tiga tahun lalu.
“Buru tuker, Ket. Biar dapet sekali lagi. Hehehehehe,” kata Lina terkekeh lemas.
Meski orgasme kedua membuatnya lemas, Lina tetap semangat menjemput tambahan orgasme berikutnya.
Tentunya drgasme dari Ben, suamiku sekaligus pasangan ngentotnya.
Namun aku dan Ben seakan tak peduli dengan permintaan Lina untuk segera bertukar lagi.
Kontol panjang milik Ben terlalu sayang untuk tidak dinikmati. Terlebih kombinasi permainan bibir dan lidahnya yang memang juara.
Sesekali ia menatapku dengan sorotan mata menghanyutkan.
Aku hanya bisa merintih keenakan sambil menatapnya manja.
Selebihnya aku terhanyut pasrah di dalam genjotan kontol yang sudah bertahun-tahun mengisi relung terdalam liang surgaku.
Slaaaap. Sleeeep. Slaap Sleeep. Suara merdu Kontol Ben masuk keluar di lubang memek tembemku.
Sensasi becek, seret, dan menjepit terasa dari pompaan kontol Ben.
Kontol dia memang bukan yang pertama dalam jepitan memekku. Namun kontol ini jelas tak tergantikan.
“Eh… Eh…. Lina gitu deh… Enak tahu, Liiiiin.. Geliiiii!”
Tangan kanan Lina memainkan klitorisku, sementara tangan kirinya meremas toketku. Lidahnya menyapu menjilat puting susu Ben.
Lina hafal kesukaan Ben. Lina memang ingin mempercepat orgasmeku.
“Yuk, Ben. Gak pengen ngecrot sambil aku sedot-sedot kontolnya?” Lina sengaja menggoda Ben.
Lina memang doyan telan peju. Jadi wajar semua kontol yang ngecrot di mulutnya dia isap sampai ngilu.
Sementara kalau ada kontol yang ngecrot di mulutku, aku buru-buru buang.
Denyut memekku pun semakin tak menentu. Pikiranku pun semakin mengambang.
Tahu kan, seperti apa kerja otak menjelang orgasme?
Mulutku pun menganga meski suara rintihanku mengecil.
“Aarrgh… Aaaarrgghhh…. Anyiiiiiing… Keluuuuu…. waaaaar… Lagiiiiiiih…….” erangku puaaas.
Ben mencabut kontolnya yang penuh cairan orgasmeku. Tahu ada Lina di samping, Ben lalu menyodorkan kontolnya ke mulut Lina.
“Glooogh. Glooooogh.. Gloogh. Sluuuurrrp. Suara isapan mulut Lina di kontol Ben.
Tak tampak sedikitpun rasa jijik Lina saat membersihkan kontol Ben yang penuh dengan lendir memekku.
Isal segera memapahku yang masih lemas terbaring. Aku tahu ia mengajakku ngentot di sofa kamar.
“Sal. Kamu dulu deh yang goyang. Aku masih lemas,” ujarku lemah. Isal mengerti permintaanku.
Ia pun menyandarkanku di sofa sambil mengangkat kedua kakiku untuk mengangkang.
Tak lupa ia memasangkan kondom di kontol gemuknya sebelum menembus kembali memekku.
Sleeeeeeeph…
“Ooooooh, Saaaaaaal.Gedeeeeeeeee.” komentarku sambil terpejam.
Kontol Isal memang lebih gemuk daripada suamiku. Namun kontol Ben masih lebih panjang dan bentuknya bengkok ke atas.
Tak perlu bertanya mana yang lebih nikmat. Keduanya memberikan kepuasan yang berbeda.
Ngapain pilih-pilih kalau bisa dapat sekaligus. Hehehehehe.
Kutolehkan pandanganku ke kanan. Terlihat Lina memasangkan kondom ke kontol Ben.
Tak lama lagi aku akan disuguhkan pemandangan dua orang dewasa terdekatku berpacu mengejar kenikmatan yang hakiki.
Lina mengejar orgasme ketiganya. Sementara Ben sudah tak sabar pengen ngecrot di mulut Lina.
Lina berbaring mengangkang. Disambut Ben yang mengangkat kedua kaki Lina ke pundak.
Ben tahu dengan gaya ini, titik kenikmatan dalam memek Lina akan tersodok oleh kontolnya yang bengkok ke atas.
Dengan demikian Lina semakin cepat meraih orgasmenya.
Bleeeesssh… Plok. Plak. Plok. Plak. Plok.
Suara benturan paha Lina dan Ben langsung memenuhi kamar.
Erangan nikmat Ben dan Lina bersahut-sahutan dengan suaraku dan Isal. “Uuurrrggghh…” “Aaaaaaarrrggghhh…” “Oooooorrggghhh…”
Semakin mendekati fase endgame dari pertukaran pasangan kami berempat.
Nafas Isal semakin berat menandakan pejunya sudah mendekati ujung kontolnya.
“Ket, masih lama keluarnya?” Tanya Isal. “Sini deh biar aku yang di atas, Sal,” usulku.
Isal pun mencabut kontolnya dari memek becekku.
Momen ia duduk bersandar di sofa kumanfaatkan mengganti kondom yang menyelimuti kontol gemuknya.
Kutarik lehernya dengan tangan kanan demi ciuman bibir. Tangan kiriku membimbing kontolnya menembus lubang peranakanku.
“Aaarrggghhh,” responsku dengan Isal saat kontolnya masuk perlahan di dalam memekku.
Tanpa komando, aku pun memaju-mundurkan pinggulku agar kontolnya menggesek-gesek dinding memekku.
“Bentar lagi aku dapet nih, Sal. Sok atuh, kamu keluarin di kondom aja. Kali aja bisa barengan.
Sak… sek… sak… sek… Suara deritan sofa yang kami tumpangi.
“Ini, Saaaaaal. Aku keluaaaaaar,” jeritku penuh kepuasaaan. “Ooooooorrrggghhhh”.
Tanpa menunggu aku selesai orgasme, Isal membantingku kembali duduk di sofa.
Aku tahu laki-laki kebanyakan lebih suka mengatur tempo demi mengejar ejakulasinya.
Dengan beberapa genjotan saja, Isal mengerang keras sambil menyambar bibirku.
“Memeknya enaaaaak, Keeeeeeet,” racau Isal.
Entah berapa semburan pejunya tertumpah di dalam kondom.
Memekku cuma kebagian kedut-kedut nikmat si kontol gemuk saja.
Ciuman Isal tak berhenti kendati kontolnya selesai berdenyut di dalam memekku.
Aku pun memeluknya dengan erat seakan tak ada hari esok.
“Makasih ya, suami oraaaaang. Kontolnya juga masih enak seperti kemarin-kemarin koook,” timpalku.
Isal meraih tisu di meja samping sofa dan membungkus kondom berisi ceceran pejunya.
Kami pun berbaring samping-menyamping sambil berpelukan.
Beginilah service after sex yang biasa kami lakukan.
Meski bukan dengan pasangan sah, chemistry tetap harus ada di antara kami.
Sementara itu, di hadapan aku dan Isal masih terlihat Lina dan Ben yang mulai kepayahan.
Lina sudah menggosok-gosok klitorisnya sendiri.
“Ben…. Beeennn… Beeeeennn. Aduuuh… Oooooooohhh… Awas nyemprot, Beeeen….” Teriak Lina.
Srrrrttttttttt… Srrrrrrtttt… Srrrttt… Srrtt.. Lina pun squirting dipompa kontol bengkok Ben, suamiku.
Aduuuuufftt… Aduuuuffftt. Aduuufftt.
Lina terdengar meracau nikmat sambil menghembus nafas sehingga suaranya tidak begitu jelas.
Ia memejamkan mata tanda puncak kenikmatan sudah digapainya.
Tak mau orgasmenya menjauh, Ben pun kembali mengocok memek Lina dengan kontolnya.
Plak.. plak.. plook… ploook… “Lin, mau keluar nih, Lin,” kata Ben sambil mencabut kontol sekaligus kondomnya.
Lina sigap langsung mencaplok kontol Ben dengan mulutnya.
Gloooook.. Sluiiirrp.. Glllokgh Sluuurrpp…
“Lin, ini, Liiiiiiiiin” Crooottt… Croooot. Croooottt… Croooot…
Entaah berapa semburan peju Ben yang bersarang di mulut Lina.
Semburan peju itu disambut Lina dengan isapan berpadu emutan. Nikmat? Sudah pasti!
“Lin, udaaaaah. Udaaaaah, Liiiin. Ngiluuuuu, enaaaak,” racau Ben keenakan.
Dengan tampang menggoda, Lina membuka mulut penuh peju dan menunjukkannya kepada Ben.
Gleeek. Sekali telan, peju Ben pun lenyap melalui tenggorokan Lina. Ben pun menghadiah kecupan di kening Lina.
Ben menggeser ke bagian ranjang yang kering dan menarik bantal untuk berbaring.
Sementara Lina menyusul berbaring di atas dada Ben. Tangan Lina mengelus-elus dada berbulu tipis milik Ben.
Tampak kondom kusut di samping mereka menjadi saksi pertukaran dahaga seksual yang liar malam ini.
Rasanya belasan menit kami menikmati momen memuaskan ini dalam senyap.
Tiba-tiba Lina membuka pembicaraan.
“Eh, Ket. Rasanya ideku yang kuobrolin kemarin jadi deh. Emang lebih pas kalau bareng Ben.
Menurutmu gimana? Kalian udah ngobrol berdua?
“Udah sih, Lin. Ben sih oke-oke aja.
Secara kan nambah memek yang bisa dia entot.
Laki sih pantang mundur demi memek baru ya kan?” Jawabku pada Lina.
“Iya sih. Hehehehee.
Lagian kita berdua juga bakal nambah koleksi kontol yang available buat kepuasan memek-memek kita.
Ahahahaha. Yakin dengan konsekuensinya ya, Ket?” Tanya Lina lagi.
“Eh kamu gimana, Sal? Binimu tuh kegatelan. Ngakunya aja pengen cariin memek baru buat kalian.
Padahal kan dia jg dapat kontol baru. Xixixixxixi,” balasku sambil tertawa.
Isal yang masih memejamkan matanya terkejut saat kujilat putingnya dengan lidahku.
“Ya ini kembali ke kita masing-masing lho ya.
Apa sudah siap membuka hubungan ini jadi semakin luas?
Ya aku sih puas banget dua tahun ini dengan kamu dan Lina, Ket.
Tapi bukan soal puas saja kan,” komentar Isal.
“Aku udah obrolin risikonya dengan Ben.
Semakin besar circle, risiko rahasia terbuka makin gede juga kan.
Terus, kita juga harus membagi waktu semakin banyak.
Kalau sekarang kan paling curi-curi waktu ngentot sama Isal. Besok-besok harus berbagi kenikmatan deh,” ujarku.
“Ya bukan itu juga, Mama Katy. Kan ada penyesuaian lagi.
Ada adaptasi lagi. Kita harus tahu batasan dan selera mereka.
Mereka juga harus tahu batasan kita.
Kalau sekarang yang kesel kan paling salah satu dari kita berempat.
Nanti yang kesel bisa berenam, berdelapan, bersepuluh, dan seterusnya,” kata Ben bijak.
“Sekarang balik ke kamu dulu deh, Lin. Gimana hasil penjajakanmu dengan Mba Eno.
Terus lakinya gimana? Kamu yakin mereka berdua bisa terbuka kayak kita?” Tanyaku pada Lina.
“Oke, deh. Aku pastiin lagi dengan Mba Eno ya. Keamanan dan kenyamanan kita tetap prioritasku kok.
Nanti aku kabarin kalian,” ujar Lina dengan yakin.
bersambung…