Part XII: Terobosan Mba Eno (bag 3)
PoV Catherine
Waktu menunjukkan hampir pukul 9 malam.
Aku dan suamiku sedang berada di kediaman Mba Eno.
Tentu hadir juga Lina dan Isal. Kali ini lengkap berenam.
Sudah 1,5 jam aku dan Ben di rumah Mba Eno.
Kami memang tiba belakangan karena makan malam dulu di rumah.
Aku dan Ben memang tidak sebebas mereka berempat yang hanya berdua di rumah.
Terlebih rumah mereka hanya berjarak beberapa langkah.
Kami datang membawa beberapa sajian pencuci mulut ke rumah Mba Eno.
Rencananya memang begitu. Menikmati penganan kecil sambil mencairkan suasana bersama mereka.
Aku tahu beberapa hari lalu Mba Eno dan Mas Soni abis foursome bersama Lina dan Isal.
Memang beberapa waktu belakangan mereka lebih sering ngentot bareng berempat.
Tak masalah bagiku dan Ben. Kami yang memang tidak sempat bergabung karena ada keperluan lain.
Fokus malam ini saja. kami sudah di sini, siap dengan agenda khusus.
Bukan hanya sekadar siap-siap orgy party.
Pesta seks itu lho! Ini kali pertama orgy di rumah Mba Eno.
Sebelumnya kalau main berenam sih ya di rumah Lina.
Selain orgy pertama di rumah Mba Eno, malam ini spesial karena akan diawali nobar.
Bukan nobar timnas yang sekarang isinya bule-bule ganteng nan menawan lho ya.
Juga bukan nobar Queen of Tears, drama Korea yang mengharu biru itu.
Kita mau nonton bareng film bokepnya Mba Eno sama Mas Soni nih. Hehehehee.
Ya aku, Ben, Lina, dan Isal sih sudah pernah langsung nonton Mba Eno ngentotin Mas Soni ya.
Udah beberapa kali ngentotin Mas Soni juga kaaaaaan.
Kita penasaran kemasan videonya itu lho. Seperti nonton film bokep barat gitu lah
Kemarin si Lina nunjukin potongannya sih keren banget.
Lina aja sampai horny, trus ngejar suaminya ke kantor minta dientot.
Jelas kita semua jadi penasaran ya kan.
Pastinya, film Mba Eno sama Mas Soni bakal jadi pengantar foreplay kita berenam deh.
So, here we are, berenam di ruang keluarga Mba Eno.
Posisi pun tanpa sadar sudah sesuai skenario. Eh. Kayaknya gak ada skenario deh.
Sekarang udah langsung pilih aja mau ngentot sama siapa.
Gak ada malu-malu atau saling tunggu. Para istri yang lebih sering inisiatif sih.
Lihat aja, aku udah duduk di samping Isal. Mba Eno udah di sebelah Ben.
Lina sih gak usah ditanya. Di sofa panjang, dia udah dari tadi nyender di Mas Soni.
“Mas Soniiii, yuk diputar filmnyaaaaa. Perut udah dikasi makan, mulut udah dipake ngobrol dari tadi.
Nih tinggal memek aku yang belum diapa-apain nih,” Seperti biasa Lina ceplas-ceplos yang disambut tawa kami berlima.
Ya Lina selalu menjadi Lina di antara kami. Bukan hanya omongannya yang to the point.
Tangannya juga mengelus-elus kontol Mas Soni yang terlihat pasrah menikmati.
Celana pendek Mas Soni jelas tidak mampu menghalangi stimulasi fisik seperti yang Lina lakukan.
Selangkangan Mas Soni perlahan tapi pasti menggelembung seperti dipompa.
Mas Soni pun langsung mengarahkan remote ke televisi besarnya. Pencat-pencet sampai muncul tayangan.
“Wah. Akhirnya kita nonton premiere filmnya Mba Eno sama Mas Soni nih,” Ben berkomentar.
“Kalo premiere, harusnya ada sambutan dari produser sama sutradara gak sih,” tambah Isal.
“Sssssttttt.. Udah deh para cowooook. Berisik aja sih pakai komentar segala.
Ini kan bukan sepak bola pake komentator. Nonton aja duluuuuuu,” tegurku kesal,
“Eh ya ampun, Beeeeen,” ujarku spontan memelototi kontol suamiku sudah keluar dari celana drawstring-nya.
Mba Eno di sampingnya cuma nyengir. Bukannya berhenti, Mba Eno malah menundukkan kepalanya.
Kontol Ben langsung dilahap mulut mungilnya.
Gantian, sekarang Ben yang nyengir keenakan. Ben malah membantu Mba Eno.
Dia meloloskan celananya melewati pantat supaya tidak nyangkut di telur miliknya. Hehehheee.
Kini celana suamiku itu sudah turun sampai di paha.
Mba Eno langsung curi start. Dia jelas tak butuh menonton filmnya sendiri.
Selain karena dia sendiri yang melakukan semua adegan di dalamnya, Mba Eno tentu sudah berulang kali menyaksikan film tersebut.
Sekarang dia lebih memilih tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan.
Kontol suami orang yang ada di dekatnya langsung ia nikmati.
Aku yakin, memeknya di bawah sana pun sudah basah menanti momen ini.
Sementara adegan di film sudah masuk ke foreplay.
Memang keren sih. Si filmmaker yang dipercaya Mas Soni memang menggarap dengan serius.
Bagian awal film sudah bikin berdesir. Kesannya itu seperti voyeurism.
Adegan Mba Eno foreplay dengan Mas Soni diambil dari sudut pandang orang yang sedang mengintip.
Kadang sudut pandang dari celah pintu. Kadang dari sudut pandang lubang angin.
Kadang sudut pandangnya seperti di balik rak buku. Pas sekali rak Mas Soni memang terisi penuh oleh buku.
“Mas Soni. Ini konsepnya dari Mas Soni atau dari si sutradara?” Tanya Isal.
Suami Lina satu-satunya laki-laki di ruangan ini yang masih konsentrasi.
Tak seperti Ben yang sedang menikmati putingnya dimanjakan lidah Mba Eno.
Belum lagi ditambah kontolnya sedang dikocok lembut tangan istri Mas Soni itu.
Sementara di sofa panjang, Lina memang sedang menonton adegan Mba Eno dan Mas Soni.
Namun tangannya tegas mempermainkan kontol Mas Soni yang juga sudah terbebas dari sangkarnya.
“Kami sempat ngobrol-ngobrol tukar pikiran, Mas. Sepertinya sih dia nangkap fantasiku seperti apa.
Jadi dia ngambil angle gambarnya begitu. Biar dapat feel-nya. Begitu katanya, Mas,” jawab Mas Soni coba menjelaskan.
Melihatku yang sudah gelisah, Isal memberi kode padaku dengan menepuk pahanya.
Aku tahu, dia memintaku naik di pangkuannya. Pakaianku malam ini memang casual, tapi tetap anggun.
Atasanku camisole hitam ditutupi cardigan berwarna merah jambu.
Sementara bawahanku skort berwarna hitam senada dengan camisole yang kukenakan.
Sebelum naik ke pangkuannya, aku memberanikan diri mencopot skort-ku.
Kali ini aku memilih boyshorts berwarna pink sebagai dalamanku.
Biarlah malam ini aku kelihatan lebih binal. Toh suasana memang sudah panas.
Pikiranku, duduk di pangkuan suami temanku sambil nonton film seks temanku yang satunya lagi.
Tentu birahi akan cepat naik. Hanya dengan celana dalam begini, Isal akan sangat mudah mengakses memekku.
Rasanya sudah mulai lembab di bawah sana.
Tokedku juga terhitung mudah diakses. Ini cuma camisole.
Aku tidak memakai bra. Dadaku kan aman kututupi cardigan waktu datang ke sini.
Biarlah nanti Isal yang bereksplorasi. Aku tahu dia tidak perlu dituntun.
Tubuhku bukan wilayah asing bagi suami Lina ini.
Sementara di layar televisi, suara erangan Mba Eno naik turun karena dijilmek oleh Mas Soni.
Adegan jilmek tidak hanya terlihat dari jauh saja.
Sesekali kamera mendekat untuk menyoroti memek Mba Eno yang basah dijilat lidah Mas Soni.
Tak lama keduanya berganti posisi. Mas Soni bediri di samping sofa.
Mba Eno nungging di atas sofa mengisap kontol Mas Soni.
Kontol yang juga tidak asing buatku dan Lina.
Bukan hanya mulutku yang sering men-deepthroat kontol itu.
Memekku juga akrab dengan kelamin suami Mba Eno itu.
Aku dengan sigap mencopot kaus yang dipakai Isal.
Aku pengen memainkan puting dia. Aku tahu dia suka itu.
Saat jariku bergerilya di dadanya, Isal membalasnya dengan menggerayangi selangkanganku.
Memekku diusap Isal perlahan dari luar celana dalamku. Aku tahu Isal tidak mau terburu-buru.
Tapi rasanya gak enak kalo dielus-elus dari luar begini. Bahan celana dalamnya juga gak terlalu nyaman buat memekku.
“Sal. Aku buka aja ya celana dalamku? Bahan celanaku gak nyaman,” kataku.
Isal tidak menjawab, tetapi langsung melucuti boyshort-ku.
“Mau dijilatin sekalian, Ket?” Tanya Isal seakan mengerti keinginanku.
“Ntar aja, Sal. Pake jari aja dulu. Aku masih pengen liat film Mba Eno. Sssshhhh,” ujarku sambil mendesis merespons jari tengahnya yang mulai membelah memekku.
Tampaknya aku terlalu fokus dengan adegan film.
Apa lagi ditambah permainan jari Isal yang jelas nikmat.
Aku tak memperhatikan pasangan di sebelahku yang tidak kalah panas.
Lina sudah tersandar di sofa dengan posisi serong. Dua kakinya mengangkang indah.
Yang satu naik ke sandaran sofa, satunya terbuka ke bawah.
Mas Soni tampak bersiap menyesap memek basah miliki Lina, pasangannya di awal orgy ini.
“Jilatin yang enak ya, Mas. Biar aku tambah menghayati film-mu.
Sambil nonton, sambil merasakan jilatan langsung pemain filmnya. Hehehehee,” kata Lina kesenangan.
“Hasil filmnya keren, Mas. Diniatin banget bikinnya.
Biasanya kita lihat bokep Indo buram. Kali ini setara film barat. Kalo aku sih yeeesss,” Ben berkomentar sambil berkelakar.
Diciumnya bibir Mba Eno yang ada di sampingnya. Mba Eno tentu menyambutnya dengan antusias dan panas.
“Mba Eno… Sssshhhh. Kenalin donk dengan sutradaranya.
Bagus kali ya kalo filmnya sekalian kita berenam.
Xixixixiixi, Ooooooorggghhh,” tambah Lina sambil menikmati servis mulus Mas Soni di selangkangannya.
“Eh, Mba Eno. Terus sutradaranya langsung lihat di situ donk ngeliat kalian ngentot?
Ada kru film lainnya ga? Gimana tuh dianya.
Konak habis-habisan donk ya?” Aku membombardir Mba Eno dengan pertanyaan yang memang membuatku penasaran.
Mba Eno jelas tidak bisa menjawab. Kontol Ben sudah di dalam mulutnya.
Ku perhatikan hanya pakaian dalam saja yang masih menempel di tubuh istri Mas Soni itu.
Tidak tahu persis kapan Ben membukanya.
“Nanti aku ceritain lengkap wis,” kali ini justru Mas Soni yang menjawab.
Mulutnya sudah tidak lagi di memek Lina.
Dia berdiri, menurunkan celananya dan mengarahkan kontolnya yang belum tegak sempurna ke hadapan Lina.
“Kalau mau tak kenalin dengan sutradaranya.
Si Eno rencananya mau sesi photoshoot sama dia. Pakai lingerie, bikini, dan kalau mungkin.
Coba ikut lihat-lihat aja dulu. Aarrgggggh,” jelas Mas Soni yang diakhiri erangan nikmat merasakan mulut Lina di kontolnya.
“Sik ya. Aku ngentot sama Mba Lina dulu baru lanjut ngobrolin film. Sssshhhh. Hehehehe,” ujar Mas Soni to the point.
“Mba Lina. Kalau mau sambil nonton gapapa lho. Tapi kalau gak sempat nonton, ntar sy pinjamkan file-nya,” lanjut Mas Soni.
Glookh.. Glooookkhhh.. Glooooooggghhhh. “Ngentot aja dulu, Maaasss. Memekku udah banjir gini. Sayang ga diterusin ah,” Lina menjawab.
“Saaaal. buka celana donk. Sini kontolmu aku isep.
Memekku belum kamu jilat aja udah banjir gini nih,” aku setengah berbisik sambil bangkit dari pangkuan Isal.
Isal pun menurutiku dan melucuti celananya. Aku pun ikut menelanjangi diriku sendiri dengan melepas atasanku.
Terbebas sudah kedua gunung kembarku.
Tidak ada yang mengomando. Namun suara beradunya mulut para istri dengan kontol para suami pun bersahut-sahutan.
Lina berinisiatif berdiri dan mengambil kondom. Dibukanya kondom tersebut lalu diserahkan pada Mas Soni.
Aku masih sempat melirik ke samping melihat Lina menunggu sang pejantan. Sambil naik kembali ke atas sofa panjang.
Badannya berbalik dan ditunggingkan. Kedua lengannya bertopang pada sandaran sofa. Sementara kedua kakinya terbuka indah.
Lubang di pangkal pahanya lembab basah. Seakan mengundang gairah batang pejal untuk mendesak dan merangsek memberi kepuasan.
PoV Lina
Aku sudah membuka memekku sambil menungging. Menunggu Mas Soni menusukkan kontolnya menggaruk kelaminku yang sudah gatal ini. Kutolehkan kepalaku melihat Mas Soni menggenggam yakin torpedo dagingnya. Ia arahkan kontolnya itu lubang memekku dan…
The and….