Sebuah Keindahan Ciptaan Tuhan part3~

MALAM MENDEBARKAN

Malam harinya aku terbangun dengan keadaan rumah gelap gulita. Kulihat sekitar melalui jendela rumahku, semua rumah pun gelap gulita. Sepertinya listrik di sekitar perumahan ini padam. Terdengar gemuruh petir di luar. Sepertinya cuaca akan segera hujan. Aku pun berlari ke halaman belakang rumah. Aku mengangkat semua jemuran ku. Untungnya benar belum hujan. Setelah aku mengamankan seluruh jemuranku, aku kembali ke dalam rumah. Kulihat jam pada HP ku dan ternyata sudah jam 9 malam. Aku pun mulai merasa lapar.

Awalnya aku ingin memasak makan malam, namun karena kondisi yang tidak memungkinkan akibat padamnya listrik, maka kuurangkan niatku. Aku pun ingin memesan online, namun kulihat baterai hp ku tersisa 1%. Aku lupa mencharge HPku. Aku pun memutuskan untuk mencari powerbank terlebih dahulu. Saat kucolokkan powerbank ku, daya di HP ku tidak terisi. Ternyata power bank ku juga sudah kosong. Hal ini tentu membuatku terpaksa tidak bisa memesan makanan secara online. Aku pun harus keluar untuk membeli makan malam.

Melihat kondisi di luar yang sangat gelap aku pun memiliki pemikiran iseng. Aku akan pergi keluar rumah dengan hanya mengenakan parka selutut tanpa apa pun dibaliknya. Aku berniat untuk sedikit pamer saat membeli makan nanti. Aku sengaja meninggalkan HP ku di rumah karena tentu tidak akan ada gunanya. Setelah mengunci pintu rumah, ku sembunyikan kunci pintu di pot tanaman. Jaket yang ku kenakan masih terkancing seluruhnya. Aku berencana untuk membuka kancingnya setiap kali aku berbelok. Total ada 4 kancing dan sebelum mencapai pos keamanan, artinya seluruh kancingku akan terbuka. Dari sana hanya ada jalanan saja dengan tanah kosong di kanan kiri hingga mencapai pos keamanan.

Aku melihat sekitar dan suasana sangatlah hening. Aku juga tidak melihat seorang pun. Karena long weekend, mungkin banyak warga yang pergi dan memang belum banyak warga yang tinggal di sini. Aku pun mulai berjalan keluar perumahan. Hingga belokan pertama yang jaraknya memang dekat dengan rumahku tidak ada masalah. Aku pun melepas kancing paling atas. Begitu pun seterusnya hingga belokan ketiga tak ada hambatan apa pun hingga kini aku hanya menyisakan kancing kedua dari bawah. Dadaku sudah cukup terbuka dan kancing yang tersisa hanya membantu menutupi vaginaku. Setelah berbelok, terbuka lah seluruh kancingku. Kini tubuh bagian depanku hanya sedikit tertutup oleh jaketku. Masih cukup jauh hingga mencapai pos keamanan. Aku terus berjalan dan angin bertiup kencang. Jaket ku kini bagaikan jubah. Berterbangan ke belakang.

Sebelum mencapai pos, aku pun memperbaiki jaketku. Aku tidak ingin mengambil resiko dengan memamerkan tubuhku ke orang yang ku kenal. Sebelum mencapai pos, aku berusaha memperbaiki jaketku. Aku harus cepat karena khawatir mungkin mereka melihatku. Namun, kencangnya angin membuatku kesulitan. Aku lihat salah satu satpam mulai menengok ke arahku. Untungnya kini aku telah berhasil mengancingkan 2 kancing di tengah. Jika cahaya terang, perut hingga pahaku sudah tertutup. Mencapai pos keamanan, aku berhasil mengancingkan seluruhnya.

“Malam pak” Sapaku.
“Malam mba, mau kemana mba? ” Jawab satpam.
“Mau ke mini market pak, oh iya ini udah lama listriknya padam, kenapa ya pak?”
“Itu mba, gardunya kesambar petir, lagi diperbaiki cuma mungkin lama baru benar”
“Oh gitu, yauda saya jalan dulu pak, takut keburu hujan” Aku berusaha kabur. Aku melihat matanya seperti berusaha mencari-cari sesuatu.

Setelah itu, aku pun ke minimarket yang terletak tidak jauh dari pos keamanan terlebih dahulu. Aku membeli beberapa minuman dingin. Saat aku keluar dari minimarket, aku lihat ternyata tidak ada seorang pun pedagang makanan. Jalan juga semakin sepi karena selain waktu sudah malam, hujan juga akan segera turun. Aku harus bergegas agar tidak kehujanan. Aku berusaha berjalan namun tak kutemukan seorangpun. Kemudian tak lama, hujan pun turun. Aku terpaksa berteduh di depan sebuah bengkel yang sudah tutup. Jujur aku ketakutan. Seorang diri di tengah kegelapan dengan hanya jaket tanpa apa pun dibaliknya. Semakin lama, hujan semakin deras. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan makan mie instan saja.

Ide nakalku kembali muncul. Karena saat ini aku kehujanan, mungkin akan menarik jika aku berjalan telanjang ke rumah. Tapi aku sedang berpikir bagaimana caranya melewati pos keamanan dengan keadaan seperti ini. Saat sedang berpikir, ternyata di depan ada pedagang nasi goreng keliling yang sedang berteduh di depan sebuah rumah yang terbengkalai. Aku pun menghampiri nya. Kulihat pedagang tersebut adalah seorang bapak-bapak yang sudah menua. Umurnya kutaksir di atas 60 tahun.

“Pak, masih ada ga ya?”
“Masih neng, mau pesan berapa?”
“1 aja pak pedes ya”
“Bungkus atau makan sini neng?”
“Makan sini aja deh pak”

Mungkin memang lebih baik aku makan dulu di sana. Sambil berteduh dan berpikir cara untuk menjalankan niatku. Aku pun duduk di teras rumah tersebut sambil menunggu pesananku. Setelah pesananku jadi, aku duduk bersama tukang nasi goreng tersebut. Kami berbincang sambil aku menyantap nasi gorengku.

“Baru neng di sini?”
“Udah beberapa bulan pak”
“Oh saya belum pernah lihat, nama saya Zainal, neng?”
“Saya Indah pak”
“Oh iya, ga takut masuk angin neng?”
“Kenapa pak?”
“Itu jaketnya basah, udah gitu”
“Udah gitu kenapa pak?” Aku panik, jangan-jangan ia bisa melihat tubuhku melalui celah yang ada.
“Celananya pendek banget neng”
“Oh iya pak, tadinya cuma niat bentar, lagian biar ga basah juga kalo hujan pak, bapak udah lama jualan?”
“Iya neng, udah 30 tahun saya jualan di sini, dari umur 39. Kalo ujan gini mah sepi pembeli, untung aja itu di perumahan sana mati listrik, jadi lumayan banyak yang beli tadi”
“Alhamdulillah ya pak. Tinggal dimana pak?”
“Saya mah di kampung cicicak neng, kalo neng?”
“Saya di perumahan sana pak, tau gitu tadi saya nunggu bapak aja ya”
“Haha iya neng”
Aku pun menghabiskan santap malamku. Hujan semakin deras. Lampu petromax di gerobak pak Zainal pun sampai mati. Kini kami berdua bergelapan bersama.
“Pak berapa semuanya?”
“Loh ga nunggu reda neng? Nanti sakit loh”
“Gapapa pak tanggung udah basah juga, daripada makin malam nanti”
“Oh yauda, semuanya 15 ribu neng”

Aku pun merogoh kantongku. Tanpa kusadari, kantong jaketku robek. Semua uangku sepertinya terjatuh. Aku bingung harus bagaimana karena aku tidak membawa uang sepeserpun. Aku pun mengatakan “pak, maaf, uang saya jatuh semua”

“Ah bohong aja si neng”
“Beneran pak, aduh gimana ya, bapak mau tunggu sebentar?”
“Ga bisa gitu neng, saya mau dibayar sekarang, kalo ga saya kumpulin orang nih”
“Beneran pak”
“Coba sini saya cek”

Tanpa seizinku, ia memasukkan tangannya ke kantong jaketku. Ia memeriksa semua kantong luar.

“Coba buka jaketnya neng”
“Aduh pak, jangan, saya malu”
“Yauda saya teriak kalau gitu”
“Iya Iya Pak saya buka”

Aku pun membuka kancing jaketku. Kulihat mata pak Zainal pun terbelalak. Meskipun belum seutuhnya terlihat, tapi belahan dadaku, bulu kemaluanku yang kucukur tipis, dan perut rataku dapat dilihat olehnya.

“Udah ya pak”
“Emang rusak ya jaman sekarang, makin banyak aja lonte, lanjutin buka semua, gua mau cek jaket lu bener ga ada duit apa engga”
“Tapi pak…”
“Gamau tau, buru atau gue kumpulin warga”
“Iya iya pak” Aku pun meloloskan jaketku. Kini aku telanjang bulat di hadapannya setelah aku memberikan jaketku.

“Bagus, sekarang sambil gue cek, lo cuci dah tuh semua cucian piring, sendok, gelas, sama wajan sekalian” Ujarnya. Karena takut membuatnya semakin emosi, aku pun menurutinya. Ketika aku akan mencuci semua piring kotor, ia pun menendang tubuhku. Bekas sandalnya yang kotor penuh lumpur membentuk di tubuhku.

“Eh siapa yang suruh cuci di sini, sana di bawah hujan, terus lu ga boleh lap pake spons, lap itu semua pake dada lu, dasar cewe murahan”

Murahan katanya? Aku murahan. Ingin aku marah dan menangis tapi aku sadar, apa yang ia katakan ada benarnya. Tidak mungkin wanita normal akan berjalan keluar tanpa mengenakan apa pun di balik jaketnya.

Aku pun merapihkan semua piring, gelas, dan alat makan. Saat aku mengangkat semua cucian kotor. Pak Zainal menahanku. Ia memasukkan 2 buah timun utuh yg cukup besar ke lubang vagina dan pantatku. Sakit sekali rasanya saat timun dimasukkan ke lubang analku. Aku tidak pernah melakukan anal sex sebelumnya. Aku hanya bisa menahan raungan rasa sakit karena tidak ingin ada yang datang. Ia kemudian menyuruhku berjalan untuk mencuci piring. Ia juga mengatakan bahwa jika ada yang terlepas, maka akan dimasukkan lagi dengan tambahan 1 buat tomat utuh. Aku bergidik ngeri. Aku pun berjalan ke bawah sisi yang terkena hujan. Setiap langkahku terasa sakit awalnya di anusku. Namun lama kelamaan terasa nikmat. Gesekan di kedua lubangku sangatlah nikmat. Kini tubuhku mulai basah dari rambut hingga kakiku karena tersiram hujat. Selain itu, karena rasa nikmat di vaginaku, kini vaginaku pun basah. Pak Zainal? Dia melihatku dengan penuh kemenangan.

Aku pun mulai aktifitas ku mencuci piring dan wajan kotor. Aku membasuh semuanya dengan air hujan. Setelah itu, ku balurkan sabun ke payudaraku. Kemudian, aku menyabuni satu per satu piring dan wajan dengan dadaku. Saat selesai menyabuni piring terakhir, karena vaginaku yang sudah sangat basah, timun yang ada di sana keluar. Pak Zainal pun memanggilku. Ia memakiku dan menyuruhku menungging. Ia kemudian memasukkan satu buah tomat ke vaginaku. Kemudian ia menusuk kembali timun tersebut. Setelah itu, ia menyuruhku merangkak ke arah cucian tersebut.

Aku merasa sesuatu hancur di vaginaku. Aku yakin tomat tersebut pasti terpecah di sana. Aku bingung bagaimana caraku membersihkannya nanti. Aku kemudian melanjutkan mencuci piring sambil duduk di tanah. Setelah semua piring bersih, kini aku mencuci sendok dan spatula. Aku menyabuni sendok dan spatula setelah menuangkan sabun di belahan dadaku. Kemudian sendok dan spatula kugesekkan di sana. Begitupun dengan pisau. Sisi tajam ku arahkan keluar demi keselamatan diriku. Setelah itu, aku membilas semuanya. Kini hanya tinggal gelas yang perlu kubersihkan. Aku mencuci gelas dengan cara yang sama seperti saat aku mencuci piring. Namun, payudaraku tidak benar-benar dapat membersihkan sisi dalam gelas. Payudara ku ukuran 38C sehingga tidak muat membersihkan gelas. Setelah kubilas bersih semua, aku mengangkat semua piring, gelas, alat makan, dan wajan bersih.

Ketika aku berdiri, timun di vaginaku kembali keluar. Plop. Timun tersebut keluar karena vagina dan analku kedutan. Selain itu, tomat yang hancur dalam vaginaku juga membuatnya makin licin. Aku bawa dan simpan semua cucian bersih di gerobak pak Zainal. Melihat timun yang keluar dari vaginaku, pak Zainal mengambilnya. Ia kembali memasukkannya ke dalam vaginaku. Ia kemudian mengambil tali di gerobaknya. Ia ikat selangkanganku dan dibuatnya bagaikan aku menggunakan g-string.

“Nah sekarang lu boleh pulang, tapi jaket sama sendal lo sini gue ambil, lumayan buat bini gue, body kaya lo ga nafsuin buat gue”
“Tapi pak, gimana cara saya pulang?”
“Urusan lo” Pak Zainal pun pergi dengan gerobaknya meninggalkan aku sendirian telanjang bulat bahkan tanpa sandalku. Selain itu, ada 2 di timun di 2 lubangku.

Hujan tak kunjung reda, aku pun tak menyerah membuka ikatan ini. Selain harus pulang telanjang, aku pun akan sulit berjalan karena 2 timun di lubangku terasa sangat mengganjal. Aku pun menyerah dan hanya bisa pasrah. Aku juga harus segera pergi dari sini. Mungkin saja akan ada yang melihatku jika terus di sini atau bahkan orang sekedar berteduh. Aku pun berjalan mengendap-endap.

Mendekati minimarket aku bingung. Meskipun jalanan gelap karena listrik padam, namun mini market tersebut tetap terang karena mesin pembangkit mini. Dari kejauhan kulihat ada beberapa motor di sana. Satu satunya pilihanku adalah berlari. Namun, tentu saja mereka dapat melihatku. Di tengah keraguanku, aku mendengar suara orang ramai. Sumbernya berasal dari mini market. Kulihat ternyata ada beberapa pengendara yang sedang touring. Mereka sedang asik mengobrol dan sedang menikmati kopi. Karena bingung, aku pun mencari jalan lain.

Namun, ketika aku akan berbalik arah, aku melihat cahaya lampu mobil dari kejauhan. Aku harus segera sembunyi. Kulihat ada celah semak sedikit. Aku pun melompat ke sana. Rupanya di balik semak ini, ada celah masuk melalui rawa menuju pintu masuk perumahanku. Aku pun berjalan melaluinya. Celah yang kulalui ini cukup sempit. Batang ranting tanaman pun menggesek tubuhku. Ada beberapa bagian tubuhku yang lecet. Angin kencang juga membuat beberapa kali ranting tersebut memukul pantatku. Rasanya sama seperti dipukul.

Semakin jauh ke dalam, semakin sempit celah yang dapat kulewati. Aku bahkan harus merangkak sekarang. Bahkan beberapa kali juga aku harus tiarap hingga kini tubuhku dipenuhi lumpur. Sulit sekali rasanya bergerak bukan hanya karena celah sempit, tapi juga karena kedua timun di vagina dan anusku. Mereka terus bergesekan di sana. Aku merindukan suamiku. Nikmat sekali rasanya pergerakan di dua lubang tersebut. Aku bahkan hampir orgasme karenanya. Aku terus berjalan hingga akhirnya aku menemukan ruang terbuka dan aku pun mencapai orgasmeku. Sungguh nikmat sekali rasanya. Ingin aku beristirahat sejenak namun karena hujan badai, aku harus segera pulang.

Setelah mengumpulkan tenagaku kembali, aku berjalan menuju perumahanku. Rawa dan jalanan perumahanku dibatasi pagar. Aku pun berusaha memanjatnya. Setelah berhasil melewati pagar, ternyata aku sudah melewati pos keamanan. Untungnya bagiku karena aku aman dari pantauan cctv. Namun, aku juga tersadar bahwa motor pak satpam tidak ada di sana. Artinya, aku harus berhati-hati agar tidak dipergoki olehnya karena ia sedang keliling.

Aku terus berjalan menuju rumahku. Beberapa kali juga aku sempat orgasme karena kedua timun tersebut. Aku sudah sangat lemas dan kini aku sudah di belokan terakhir menuju rumahku. Saat aku akan melanjutkan perjalananku, kulihat motor pak satpam sedang berada di blok ini. Aku terpaksa harus bersembunyi. Namun, aku tidak menemukan tempat yang aman. Untungnga listrik masih padam sehingga sementara ini aku masih aman. Vaginaku sudah sangat gatal sekali rasanya, aku ingin segera orgasme lagi. Tapi akan sangat berbahaya jika aku melakukannya. Aku pun terus berjalan mengendap karena arah jalannya motor pak satpam sama denganku. Ia hanya dapat melihatku jika ia menengok ke belakang.

Aku terus berjalan hingga aku pun mencapai pintu rumahku. Aku kemudian berusaha mencari kunci rumahku. Saat sudah menemukannya, tanpa kusadari ternyata pak Satpam balik arah. Aku pun berlari bersembunyi di taman depan. Aku berharap setidaknya dengan aku terlentang di sana, aku tidak akan terlalu kelihatan. Benar saja pak satpam lewat begitu saja. Merasa sudah aman, aku pun masuk ke dalam rumah. Aku langsung mencari gunting untuk melepas g-string buatan pak Zainal tadi. Aku keluarkan timun di anusku tersebut. Kemudian, aku pun memainkan timun di vaginaku. Gairahku sungguh memuncak. Aku pun akhirnya orgasme kembali. Puas sudah rasanya aku orgasme. Ingin aku memejamkan mataku, namun aku harus membersihkan diriku karena banyak bekas lumpur dan tanah di tubuhku.

Sebelum membersihkan diriku, aku membuang kedua timun tersebut keluar. Namun, tiba-tiba aku mendapatkan ide. Aku ingin mandi di halaman mengingat hujan badai masih sangat deras. Aku kemudian mengambil handuk, sampo dan sabun. Kemudian, kubawa semua alat mandi dan 2 timun tadi ke halaman depan.

Kututup pintu dan aku pun membuang kedua timun tersebut terlebih dahulu. Setelah itu, aku membasuh tubuhku dengan air hujan. Setelah itu, aku menyampoi rambutku dan membilasnya dengan air hujan. Setelah bersih dari busa, aku menyabuni tubuhku. Ketika aku sudah menyabuni seluruh tubuhku, tiba-tiba listrik nyala dan semuanya menjadi terang. Panik? Tentu saja. Siapa saja bisa melihat aku sekarang. Namun, aku tetap tenang. Aku menyelesaikan mandiku. Setelah semua busa di tubuhku bersih, aku memakai handuk, menutup pintu dan mengeringkan tubuhku. Selanjutnya aku mengeringkan rambutku dan kembali tidur dalam keadaan telanjang bulat di ruang tamu.

Bersambung…