Darahku berdesir dan mengalir. Mata keempat pria tersebut menatapku dengan buas. Aku telanjang bulat seorang diri di hadapan keempat lelaki tersebut. Tatapan mereka sudah jelas sekali ingin menyerbu tubuhku. Aku hanya bisa menutupi payudara dan vaginaku dengan kedua tanganku. Sejujurnya aku ingin menikmati perlakuan mereka dan tak melawan. Membayangkan hal tersebut membuat area selangkanganku lembab.
Mereka mulai bergerak mendekatiku. Mereka menanggalkan seluruh pakaian mereka sembari mendekatiku. Kini, aku telah dikelilingi oleh keempat pria telanjang tersebut. Dua di antara mereka kemudian memegangi lenganku. Kini terpampanglah tubuhku yang indah di hadapan mereka. Dua pria yang memegangi tanganku kini meremas payudaraku. Dua lainnya memainkan vaginaku.
“Wah basah nih” ujar salah satu dari mereka.
“Hahaha emang lonte”
Mendengar ucapan mereka aku tak merasa keberatan ataupun terhina. Akal sehatku sendiri memang sudah tak jalan sejak aku memutuskan untuk menikmati semuanya. Jari mereka keluar masuk bergantian di lubang vaginaku. Gesekan jari mereka sungguh membuatku membara. Bahkan tidak perlu sampai 1 menit permainan mereka di vaginaku menghasilkan suara akibat vaginaku yang sudah sangat basah. Aku juga tak dapat menahan desahan kenikmatan yang kurasakan. Desahanku semakin kencang akibat puncak birahiku. Namun, mengetahui hal tersebut membuat mereka mencabut jari mereka.
“Tolong lanjutkan… Hhh… Enak banget …” Ujarku tanpa sadar.
“Enak aja lo mau enak sendiri, layanin kita dulu”
“Iya, sepong kita semua cepetan”
Aku yang sudah dikendalikan birahiku menuruti perintah mereka. Aku pun berlutut di tengah kepungan mereka. Kukulum satu per satu penis mereka. Setiap beberapa waktu, aku berputar dan berganti mengulum penis mereka. Mereka pun mengeluarkan kata kata seperti “Emang beda sepongan lonte mahir”, “bangsat sepongan ni perek enak banget”, dan sebagainya. Hingha akhirnya, mereka pun berejakulasi bergantian di dalam mulutku. Setiap seorang ejakulasi, mereka menyuruhku menelan spermanya. Setelah itu, mereka menyalakan rokok dan membiarkanku begitu saja. Aku yang kepalanh tanggung pun menagih janji mereka. Kesal dengan ucapanku, salah satu dari mereka menjambak rambutku dan menarik tubuhku dengan kasar. Ia memaksaku mengulum kembali penisnya sambil ia merokok.
Permain mulutku di penisnya membuat penisnya kembali menegang. Kemudian ia pun merebahkan diri di tangga dan menyuruhku menaiki tubuhnya. Ia menyuruhku memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Aku yang sudah sangat bergairah pun menurutinya. Kuposisikan tubuhku di pangkuannya dan kumasukkan penisnya perlahan. Sambil ia terus menghisap rokoknya, aku pun menggerakkan pinggulku. Ia juga menghembuskan asap rokoknya ke arah dadaku. Aku duduk berhadapan di pangku olehnya. Tak butuh waktu lama, aku yang sebelumnya sudah tanggung kembali mendesah kencang karena akan orgasme. Namun gerakanku dihentikan oleh pria lainnya. Aku berusaha menggeliat namun apa daya tenaga mereka lebih besar dariku dan aku kembali tersiksa secara birahi.
Dibuat tanggung terus menerus membuatku sangat frustasi. Aku terus berusaha menggeliat agar dinding vaginaku bergesekan dengan penis yang ada di sana. Namun aku tak cukup kuat untuk melawan tenaga pria-pria tersebut. Dan tiba-tiba saja kurasakan sebuah penis memasuki anusku yang kering dengan paksa. Aku yang sebelumnya merasakan kenikmatan kini merasa tersiksa akibat rasa sakit yang ku derita. Aku merasa perih yang tak tertahankan hingga aku berteriak. Mungkin jika ada yang melewati pintu darurat aku yakin orang tersebut pasti mendengar teriakanku. Rasanya lubang anusku robek. Aku pun tak kuasa menahan air mata. Air mataku bercucuran akibat rasa sakit tersebut.
Namun, tanpa peduli akan keadaanku, mereka justru menjadi. Mereka terus menggempurku tanpa ampun. Rasa sakit di anusku lebih menyiksa dibanding rasa kentang yang kurasakan saat vaginaku dipermainkan. Kini aku tak mendesah. Suara yang kukeluarkan adalah rintihan rasa sakit. Memang masih terdapat sedikit rasa nikmat di vaginaku, namun pergerakan di anusku lebih menyakitkan.
Aku terus meringis kesakitan hingga akhirnya seorang dari mereka mendekat ke arahku. Dengan paksa ia masukkan penisnya ke dalam mulutku. Bahkan tanpa ampun ia menggenjot penisnya di dalam mulutku hingga mencapai pangkal lidahku. Kini tak hanya harus menahan rasa sakit di anus, aku pun harus menahan mual. Tiga lubangku terisi penis dan digempur tanpa ampun. 1 kenikmatan dibanding 2 siksaan membuatku tak tahan. Aku pun mengemis kepada pria yang menggempurku di anus untuk berhenti sejenak dan membasahi anusku. Namun ia tak mempedulikanku.
Bahkan siksaan yang kuterima tak berhenti di sana. Dengan paksa pria yang tidak melakukan apa pun memaksa memasukkan penisnya juga ke dalam anusku. Aku ingin menjerit untuk mengurangi rasa sakitku. Namun, penis di mulutku menahan suaraku. Sakit sekali. Aku merasa seakan tubuhku disobek dari anusku. Tanpa peduli dengan keadaanku mereka terus menggenjotku tanpa ampun. Secara bergantian mereka menggenjot ketiga lubangku. Secara bergantian dari ketiga lubangku selalu ada 1 lubang yang digenjot 2 penis. Tak butuh waktu lama, mereka pun berejakulasi secara bergantian di lubang anusku. Sudah 2 kali mereka orgasme namun tak sekalipun aku orgasme. Kembali mereka meletakkan tubuhku di lantai dan melihatku sambil merokok dan tertawa.
Aku yang sudah tak sanggup menahan rasa sakit hampir saja kehilangan kesadaran. Saat aku hampir pingsan, salah satu dari mereka menyiramku dengan air minum. Tak hanya menyiram, mereka juga melempar botol minumannya ke arahku. Puas merokok, kukira mereka akan melepaskanku. Namun, mereka kembali berjalan ke arahku. Aku hanya bisa pasrah jika mereka kembali menyiksa diriku. Satu dari mereka memainkan puting kananku dan satunya lagi di yang kiri. Dua lainnya memainkan jarinya di vagina dan anusku. Mereka tak hanya memasukkan 1 jari, tapi hingga 4 jari dan terus mengobok vagina dan anusku. Bahkan anusku dimasukkan kepalan tangan. Untungnya anusku sudah tak terlalu sakit dan akibat rangsangan di vagina dan puting payudaraku justru membuatnya menjadi nikmat. Aku pun mendesah kencang dan kali ini mereka terus merangsangku hingga akhirnya aku orgasme. Cairan cintaku keluar hingga muncrat bagaikan air mancur dan membasahi lantai.
“Hahaha keenakan ini lonte”
“Kasian dari tadi disiksa baru ngerasain enak nih”
“Hahaha sampe banjir gini”
Orgasmeku membuat mereka terus mencemooh diriku. Mereka kemudian menelentangkanku. Mereka buka selangkanganku. Kemudian salah satu dari mereka menusukkan penisnya ke dalam vaginaku. Secara bergantian mereka menggilir vaginaku tanpa henti. Nikmat sekali rasanya. Tanpa sadar aku juga berterima kasih kepada mereka dan mereka pun tertawa mendengar perkataanku. 2 kali orgasme membuat ketahanan mereka semakin lama. Bahkan kini setiap pria telah berhasil membuatku orgasme minimal 1 kali. Aku sudah sangat lemas dan tak bertenaga namun stamina mereka tak ada habisnya. Aku tak melihat tanda-tanda mereka akan orgasme. Vaginaku sudah banjir akibat cairan cintaku. Aku merasakan kenikmatan yang tak kunjung berhenti. Aku sudah tak bertenaga dan rasanya ingin pingsan. Namun setiap aku hampir pingsan mereka selalu menamparku agar kembali sadar.
Desahanku bahkan sudah tak keluar akibat tenagaku yang tak tersisa. Kembali aku orgasme beberapa kali dan tubuhku terasa remuk akibat orgasmeku yang tak henti-henti. Hingga akhirnya setelah beberapa lama mereka kembali akan orgasme. Namun, kali ini mereka tak menembakkan spermanya di dalam lubangku. Mereka mengeluarkan spermanya di dalam botol. Mereka kumpulkan sperma mereka di sana. Setelah semuanya orgasme, mereka pun tumbang dan tergeletak sementara aku kehilangan kesadaran.
POV Ketiga
“Gila ini perek kuat juga”
“Iya mana memeknya enak banget”
“Lobang lainnya juga enak”
“Iya, mana ini perek ngecrit mulu”
“Sumpah, gue pengen ewe lagi dah nih perek”
“Gas aja mumpung pingsan, kita mandiin peju”
“Lah ini yang dibotol?”
“Kan ntar mau kita tuangin ke memeknya”
“Wah apes nih nanti yang punya anak dari lonte ini”
“Hahaha”
“Yauda gue gas duluan ya. Muka cakepnya ini pengen gue mandiin pake peju”
“Gih sana, gue ngerokok bentar”
Keempat pria tersebut melanjutkan menikmati tubuh Indah yang tak berdaya. Indah masih tak sadarkan diri akibat orgasme berkali-kali yang ia alami. Vaginanya melebar dan lubang anusnya bahkan masih belum menutup sepenuhnya. Tubuhnya yang digarap oleh para pria tersebut bagaikan seonggok daging tak bertulang dan tak berdaya. Hingga akhirnya keempat pria tersebut kembali orgasme dan memandikan Indah dengan sperma mereka. 4 kali sudah mereka orgasme dan mereka pun berencana mengakhiri “pembalasan dendam” mereka. Sebelum membangunkan Indah, mereka tak lupa mendokumentasikan korban mereka.
POV Indah
Aku terbangun dengan rasa sakit di selangkanganku. Entah mengapa aku merasa saat aku tak sadarkan diri mereka kembali menggarap vaginaku. Kini kulihat keempat pria tersebut sedang mengenakan pakaian mereka.
“Eh udah bangun ya lonte”
“Makasih ya lonte, inget jangan lapor siapa-siapa ya kalo gamau viral”
“Nih kita udah foto badan kotor lu itu”
“Iya, saya ga akan lapor, mohon lepaskan saya dan terima kasih sudah memberikan saya kenikmatan”
Entah mengapa aku berbicara seperti itu. Rasa takut mulai menghantuiku setelah melihat layar hp mereka. Aku pun hanya bisa pasrah jika memang kelak aku menjadi budak seks mereka. Namun, saat kukira mereka akan meninggalkanku, mereka kembali mendekat ke arahku. Aku tak tahu apalagi yang akan mereka lakukan kepadaku. Kini mereka mengangkat kakiku. Mereka arahkan kakiku ke railing tangga. Mereka ikat kakiku dengan plastik bekas minuman mereka. Kakiku dibuat terbuka lebar di sisi kiri dan kanan railing tangga darurat. Mereka arahkan vaginaku ke arah pintu. Tak lupa mereka juga mengikat lenganku ke belakang. Setelah itu, mereka mengambil botol berisi sperma. Mereka buka lubang vaginaku dan menuangkan sperma ke dalam vaginaku. Setelah itu, mereka membiarkanku dalam keadaan terikat dan telanjang di tangga darurat. Diikat seperti ini membuatku hanya bisa pasrah dan menanggung malu jika ada yang menemukanku. Keempat pria tersebut pun keluar dari tangga darurat dan meninggalkanku seorang diri.
Aku yang hanya bisa terdiam merasa menyesal dan bersedih. Aku pun baru tersadar bahwa tubuhku kini bermandikan sperma keempat pria tersebut. Lubang anusku juga terasa seperti terbakar. Kini semua rasa sakit mulai menjalar di seluruh tubuhku. Aku pun menangis tanpa suara karena sudah tak memiliki tenaga. Banyak sekali sperma yang masuk ke dalam vaginaku dan bahkan kini terasa penuh sedangkan botol berisi sperma di vaginaku masih belum kosong dan terus mengalir.
Tak berselang lama, aku mendengar pintu tangga darurat terbuka. Aku sudah siap menanggung malu. Namun saat kulihat, rupanya orang yang membuka pintu tersebut adalah pak Paijo.
“Hahahaha dasar lonte, gue kira kemana, ternyata mandi peju”
“Pak tolong lepaskan saya” ujarku.
“Buset, lagi ngisi peju ke memek lu ya?” Ujar pak Paijo yang berjalan mengarah kepadaku.
“Saya mohon pak, bantu saya”
“Dasar lonte” ujar pak Paijo. “Duagh” suara tendangan pak Paijo ke perutku.
“Ahhhhh… Ampun pak… Sakit pak…” Aku pun meringkuk kesakitan.
“Buset itu lobang pantat udah kaya goa. Gede banget hahahaha”
Pak Paijo terus menertawaiku. Ia juga tak kunjung melepaskanku. Bahkan ia menyalakan rokok sambil terus menonton diriku yang tak berdaya. Puas merokok, ia pun bergerak ke arahku. Tanpa basa basi, ia membuang abu rokok di tubuhku. Rasanya sedikit panas namun tak sampai menyakitkan bagiku. Ia pun membuang asap rokoknya ke dalam lubang anusku yang masih terbuka lebar dan bercucuran sperma yang mengalir. Kini lubang anusku mengeluarkan asap rokok. Aneh sekali pak Paijo ini kupikir. Namun, rupanya bukan itu yang ingin ia lakukan. Ia memasukkan puntung rokoknya dan mematikan rokoknya di dalam anusku. Kembali aku hanya bisa meringis kesakitan. Rasa sakit di anusku yang belum sepenuhnya pulih justru bertambah akibat perbuatan pak Paijo. Aku hanya bisa meringkuk kesakitan. Aku tak sanggup menahan rasa sakit ini.
Melihatku yang meringis kesakitan pak Paijo justru terbahak-bahak. Ia pun berkata “Hahaha rasa sakit itu ga sebanding sama rasa sakit yang lu kasih ke gue, bapak gue, dan adik gue. Inget ya, ini belum baru 1% dari pembalasan dendam kita”
Aku ketakutan melihat wajah pak Paijo. Ia mengungkapkan hal tersebut dengan mimik wajah yang serius. Aku tak tahu pembalasan dendam seperti apa yang akan ia lakukan kepadaku. Ia pun melepaskan ikatan di kakiku. Ia kemudian menyeret tubuhku dengan menarik rambutku. Ia kemudian membawaku di lorong apartemen dengan diseret hingga ke unitku. Aku yang tak berdaya tak dapat melawan. Sakit sekali rasanya seluruh tubuhku.
Tiba di unit apartemenku, kulihat ada 1 orang di sana. Ia adalah pak Sugeng, sepupu pak Bambang yang bekerja sebagai notaris. Melihatku yang berantakan membuat mereka tertawa.
“Dod bersihin nih” ujar pak Paijo
“Lu aja dah, ogah gue, jijik liatnya” ujar pak Dodi.
“Udah sana kalian bersihin terus pakein pakaian yang bagus” ujar pak Bambang.
Aku tak tahu apa niat mereka selanjutnya. Mereka pun membersihkan tubuhku dari sperma yang berceceran dan memakaikan pakaian ke tubuhku. Setelah itu, mereka mendudukanku di meja. Pak Sugeng kemudian mengeluarkan sebuah dokumen dan menyuruhku membacanya sambil direkam. Saat membaca dokumen tersebut, aku terdiam. Namun, mereka tak tinggal diam. Mereka menyiksaku dengan memecut punggungku memakai ikat pinggang. Rasa sakit ini akan kutahan dibandingkan harus menuruti kemauan mereka. Tanpa ampun mereka terus menyiksaku. Aku tak dapat melawan. Namun aku juga tak ingin menuruti permintaan mereka. Mereka terus memukuliku. Mereka juga menelanjangiku dan mengarahkan kamera mereka ke arahku. Mereka juga mengancam akan melakukan live melalui HP ku dengan menyorot tubuhku. Aku tak peduli. Aku tak ingin menuruti kemauan mereka. Isi surat tersebut adalah
“Saya Indah dengan sadar dan tanpa paksaan akan memberikan seluruj harta kekayaan saya dan tidak menyisakan sepeser pun kepada pak Bambang. Seluruh harta dan kepunyaan saya akan saya berikan kepada bapak Bambang yang saya cintai tanpa imbalan apa pun dan disaksikan langsung oleh notaris, bapak Sugeng. Dokumen yang saya baca juga akan saya tanda tangan sebagai bukti yang sah beserta seluruh dokumen peralihan harta di atas materai tanpa adanya paksaan.”
Aku pun mulai kehilangan kesadaran. Namun, melihatku yang seperti ini tak juga mengakhiri perbuatan mereka. Mereka terus saja menyiksaku. Hingga akhirnya aku mendengar pintu unitku didobrak. Suara terakhir yang kudengar adalah “polisi, jangan bergerak atau kami tak segan untuk menembak”. Aku pun kehilangan kesadaran. Samar kulihat polisi tersebut tak sendirian, namun aku tahu salah satu dari mereka adalah adikku, Mario.
Bersambung…