Aku terbangun di sebuah kamar di rumah sakit. Lenganku kini diinfus. Aku seorang diri di ruangan ini. Aku melihat sekitar tak ada seorang pun. Ingin kugerakan tubuhku namun sulit. Tubuhku terasa sakit sekali. Aku hanya ingat tubuhku disiksa dengan pecutan dan pukulan hingga aku pingsan. Aku pun hanya dapat termenung sambil melihat sekitar.
Tak lama berselang, seorang perawat datang. Melihatku yang mulai sadar, ia kemudian memeriksa keadaanku. Setelah itu, aku pun berniat menanyakan keadaanku, namun ia mengatakan bahwa nanti akan ada dokter yang menjelaskan. Semakin kesadaranku pulih, aku pun dapat merasakan seluruh tubuhku. Bagian memar di tubuhku masih sakit jika disentuh. Namun rasa sakit di anusku lebih menyiksaku, Meskipun rasa sakitnya tidak sama menyiksa seperti saat anusku disiksa kemarin.
Sembari menunggu dokter, aku pun menyalakan tv untuk menghilangkan rasa bosan dan melupakan rasa sakitku. Acara TV yang membosankan membuatku menonton berita saja agar ada suara di ruangan ini. Aku tak tahu apakah ada HP ku atau tidak. Aku masih belum bisa banyak bergerak akibat rasa nyeri di seluruh tubuhku. Tiba-tiba aku melihat berita yang tak asing bagiku.
“Pemirsa, 4 orang pelaku penyiksaan dan rudapaksa dijatuhi hukuman seumur hidup. Selain memukul korbannya yang merupakan seorang wanita hingga babak belur, para pelaku juga memperkosa korbannya hingga tak sadarkan diri. Para pelaku bahkan memukuli korban untuk mengambil seluruh harta korban. Korban saat ini sudah dalam perawatan sedangkan para pelaku telah mendekam di penjara untuk menjalani hukuman seumur hidup. Petugas yang berhasil menangkap basah para pelaku menuturkan bahwa korban sudah mulai stabil keadaannya setelah mengalami kritis akibat pendarahan di area sensitifnya.”
Rupanya aku sempat kritis akibat kondisiku yang tak karuan. Melihat wajah pak Paijo, Dodi, Bambang, dan Sugeng di tv membuat perasaanku campur aduk. Hati dan pikiranku senang karena aku terbebas dari mereka. Sedangkan rasa sakit juga memuncul setelah melihat wajah mereka. Anusku terlebih. Meskipun mereka belum sempat memperkosaku, namun entah kenapa anusku terasa sakit sekali karena teringat saat pak Paijo mematikan rokoknya di dalam anusku. Aku pun menitikkan air mata akibat rasa traumaku. Selain itu, akibat kesedihan yang kualami, rasa memar di tubuhku juga kembali sakit.
Saat sedang menangis, dokter pun masuk ke ruanganku. Aku pun menyeka air mataku agar tak memperlihatkan rasa sedihku. Dokter pun mendekat ke arahku. Ia pun menanyakan keadaanku.
“Siang mba, bagaimana kondisinya?” Ujar Dokter.
“Sakit semua rasanya dok, terutama di bagian dubur saya dok”
“Oh begitu, memang luka dan memarnya sudah sedikit membaik, tapi akan tetap kami pantau dahulu ya mba”
“Iya dok, oh iya dok, boleh jelaskan apa yang terjadi kepada saya selama perawatan?”
“Baik, sebelumnya saya jelaskan dulu ya mba, kemarin mba itu dibawa dalam keadaan kehilangan kesadaran dan sudah kritis, namun untungnya tepat waktu sehingga kami dapat segera memberikan pertolongan. Meskipun sekujur tubuh mba Indah penuh luka dan lebam, untungnya kepala mba Indah tak mengalami pendarahan apa pun, hanya saja untuk anus mba Indah memang sangat memprihatinkan.”
“Anus saya kenapa dok? Sakit sekali sih memang”
“Anus mba Indah terbuka lebar dan terdapat luka bakar di sana meskipun tidak besar. Selain itu, karena paksaan benda tumpul, jaringan Sfingter anal mba rusak dan terdapat luka bakar seperti sundutan rokok.”
“Terus gimana dok?”
“Kami sudah berusaha memulihkan, namun untuk sementara mungkin mba akan mengalami masalah dalam buang air besar, namun seiring berjalan waktu semoga sudah kembali elastis agar dapat kembali menutup”
“Baik dok, apakah memang separah itu dok?”
“Dalam kasus mba, seharusnya tidak terlalu parah, yang terpenting sekarang mba Indah selamat dan luka di anus mba dapat segera diobati.”
“Terus berapa lama saya harus di sini dok?”
“Kita pantau dulu beberapa hari ke depan ya mba, yang penting sekarang mba Indah sudah sadar, kemudian sore ini kita lihat lagi saat jadwal penggantian perban, jika luka dan lebamnya membaik, besok sudah bisa pulang mba”
“Oh gitu dok, nama dokter siapa?”
“Saya Dika mba”
“Terima kasih dokter Dika”
“Sama sama mba Indah”
Dokter Dika pun pergi keluar ruangan. Bersamaan dengan itu pula Mario datang bersama perawat yang membawakan makanan untukku. Mario datang seorang diri.
“Mba sudah sadar? Syukurlah”
“Mar, makasih ya udah tolongin aku, kalo kemarin kamu ga datang, aku gatau nasib aku gimana”
“Iya gapapa mba, oh iya Bunda titip salam, katanya akan ke sini secepatnya”
“Ga usah Mar gapapa, aku baik-baik aja kok, kata dokter juga besok bisa pulang. Aku juga lega lihat berita para bajingan itu udah mendapat balasan.”
“Oh syukurlah, mbak nanti sementara waktu tinggal sama Bunda aja ya di kampung sambil pemulihan. Restoran kan bisa jalan terus tanpa mbak harus selalu ke sana. Kalo sudah membaik, nanti mbak pindah tempat tinggal juga ya”
“Iya dek, kayanya mbak mau pindah ke tempat lain aja, takut trauma sama tempat itu”
“Iya mbak, yauda mbak makan dulu terus minum obat dan istirahat lagi”
“Iya dek, kamu tenang aja, mbak sudah membaik kok.”
“Oke mbak, aku temani dulu deh”
“Kamu ga tugas dek?”
“Engga mbak, kan lagi jam istirahat, oh iya hp mbak aku taruh di tas itu ya”
“Makasih ya dek, mbak beruntung punya adik seperti kamu”
“Aku yang justru berterima kasih, kalo bukan karena mbak dan mas Angga dulu, mungkin aku ga seperti sekarang “
Kami pun melanjutkan obrolan kami seadanya. Mungkin memang sementara waktu aku akan tinggal bersama ibu ku di kampung. Aku dapat menghilangkan stresku di sana ada ibu ku yang akan membantu mengurusku selama pemulihan. Jika memang besok aku sudah bisa pulang, sebaiknya ibu ku tak perlu ke sini, biar aku saja yang langsung ke sana. Setelah selesai menyantap makan siang dan meminum obatku, aku pun menelfon ibuku. Mendengar kabar dariku ibu merasa lebih tenang dan iya pun menyetujui rencana ku yang akan segera pulang setelah keluar dari rumah sakit.
Waktu istirahat Mario sudah hampir selesai dan ia pun pergi meninggalkanku. Aku pun memintanya untuk mengambilkan barang-barangku agar setelah keluar dari sini aku bisa langsung kembali ke kampung. Aku juga meminta bantuan Mario untuk mengantarku pulang dan kebetulan esok ia sedang bebas tugas sehingga ia akan mengantarku kembali ke kampung. Selepas Mario pergi, aku pun mengantuk dan tertidur.
Pada sore hari seorang perawat membangunkanku. Ia mengatakan bahwa sudah waktunya untuk mengganti perban dan popokku. Perawat tersebut kemudian menyiapkan segala kebutuhan sementara aku hanya bisa menunggunya. Tak lama berselang, dokter Dika pun datang. Kedatangannya bertujuan untuk memeriksa luka ku. Setelah semua persiapan selesai, perawat pun menanggalkan semua pakaianku. Aku dibiarkan telanjang bulat. Kulihat tubuh indahku ternoda memar dan luka akibat perbuatan para pria biadab tersebut. Dokter Dika pun memeriksa seluruh tubuhku dengan seksama.
Bisikan setan justru bukannya membuatku malu dan malah membuatku bergairah. Ingin sekali aku menggoda dokter Dika, namun aku juga harus menjaga martabatku sebagai ‘korban’. Dokter Dika memeriksa luka di dada dan perutku. Tanpa sengaja ia beberapa kali tak hanya menyentuh payudaraku tapi juga putingku. Namun, kulihat dokter Dika biasa saja. Demi menggoda dokter Dika, aku pun memutuskan untuk berkata “Dok saya malu, gapapa dok gausah dicek”
“Ga bisa mba, kan saya harus cek supaya bisa tentukan mba sudah bisa pulang atau belum”
“Tapi saya malu dok dilihat oleh dokter dan suster, saya takut dok”
“Gapapa mba, tenang aja kita ga akan macam-macam”
“Tapi dok, saya takut hiks” sambil aku berpura-pura menangis.
“Mba maaf ya, saya tahu perasaan mba, tapi mba jangan takut ya”
“Iya dok, tapi saya takut dok, saya masih trauma, boleh kah yang ada di sini dokter atau suster saja?”
“Tidak perlu khawatir mba, kami profesional kok, kan selama ini kami yang rawat mba Indah”
“Tapi dok…”
“Yasudah kalau begitu, suster silahkan keluar, biar saya yang di sini, gimana?”
“Oke dok, gapapa…”
Suster pun keluar dari kamar ini. Kini hanya tinggal aku dan dokter Dika saja di ruangan ini. Aku telanjang bersama seorang pria berusia sekitar 50 tahun. Dokter Dika pun melanjutkan kegiatannya memeriksa setiap jengkal tubuhku. Selesai memeriksa luka di dadaku, ia mendudukanku dan memeriksa luka di punggungku. Setelah itu, ia pun mengatakan bahwa luka di tubuhku sudah jauh membaik dan mengering. Kemudian ia menyuruhku kembali tiduran agar aku lebih nyaman. Ia kemudian berusaha memeriksa anusku. Namun, saat ia akan membuka selangkanganku, aku berpura-pura malu. Aku berusaha menutup selangkanganku dengan pahaku. Ia pun mengatakan agar aku tak perlu khawatir. Ia juga menyampaikan bahwa jika tak melihatnya, luka ku tak dapat ia periksa.
Aku pun membalikkan tubuhku. Aku naikkan pinggulku dan kini aku berada di posisi menungging. Pada posisi ini, tentu saja tak hanya anusku yang terekspos, tapi juga vaginaku. Kuintip dokter Dika nampak tertegun. Ia mengatakan bahwa lubang anusku sudah pulih dan menutup dengan baik, namun ia juga mengatakan bahwa mungkin selama beberapa saat akan kurang nyaman saat aku buang air besar. Ia juga menyarankan agar aku tak mengejan saat buang air besar. Hal itu dapat membuat luka yang ku alami kembali kambuh.
Setelah itu, dokter Dika pun bersiap memasang perban di tubuhku. Aku memintanya memeriksa vaginaku. Aku mengatakan bahwa para bajingan itu sempat memasukkan 2 penis sekaligus ke vaginaku. Ia pun memeriksa vaginaku dengan jarinya. Sejujurnya vaginaku sedikit basah karena aksiku memamerkan tubuh kepada dokter Dika. Sisi eksibisionis terlalu menguasai diriku. Seharusnya aku malu, tapi aku tak mempedulikannya. Dokter Dika terus mengobok vaginaku dengan jarinya untuk memeriksa apakah ada luka di sana. Jarinya yang bergerilya di sana membuatku tak tahan untuk mendesah. Aku tak menahan desahanku karena memang berniat memancing birahinya. Sensasi ini membuatku pun semakin birahi dan tepat ketika dokter Dika selesai memeriksa vaginaku, aku pun orgasme dan cairan cintaku sempat sedikit menyembur keluar. Aku yakin dokter Dika dapat melihatnya. Vaginaku pun berkedut dan kulihat wajahnya memerah.
Dokter Dika pun tertawa melihatku. Ia pun berkata “mba Indah keenakan ya”. Aku pun hanya bisa mengangguk.
“Pantesan aja mba Indah jadi gini, tubuh yang indah dan wajah yang cantik pasti membuat semua pria ingin menikmati tubuh mba Indah. Sayangnya saya impoten jadi ga bisa nikmatin tubuh mba Indah” ujar dokter Dika.
“Masa sih dok?”
“Beneran lah mba”
“Coba buka dok celananya” ujarku tanpa rasa malu.
Dokter Dika pun membuka celananya. Benar saja penisnya tak berdiri sama sekali. Aku pun dengan sigap menghampirinya. Kubuka seluruh celananya. Kubuka pula pakaiannnya. Kini kami sudah sama-sama telanjang. Ku sentuh penisnya dan anehnya tiba-tiba penisnya mengeras. Aku pun terus merangsangnya namun penisnya tak kunjung mengeras. Aku pun berinisiatif menjilat penisnya. Kujilat dari sela kedua buah zakarnya hingga ke ujung penisnya. Perlahan penisnya mengeras. Kuhisap dan kumainkan penisnya di mulutku.
“Wah hebat mba Indah, enak banget, penis impoten bisa sembuh nih kalo gini” ujar dokter Dika.
Setelah kumainkan penisnya dengan mulutku, akhirnya penisnya mengeras. Aku pun mendudukan dokter Dika di sofa. Aku duduk di pangkuannya dan memasukan penisnya ke dalam vaginaku. Setelah penisnya masuk seutuhnya, kugerakan pinggulku. Kulihat wajah dokter Dika keenakan. Namun, baru beberapa gerakan saja aku merasakan kehangatan di dalam rahimku. Dokter Dika rupanya sudah ejakulasi. Selain impoten, ternyata ia juga ejakulasi dini. Padahal, birahiku baru saja kembali bangkit. Dokter Dika pun mengucapkan terima kasih kepadaku sembari membersihkan vaginaku. Setelah itu dokter Dika memakaikan perban di tubuhku.
“Dok, gausah pakai baju dulu ya, saya agak tidak leluasa, nanti ditutup selimut saja, toh selain suster tidak akan ada yang ke sini” ujarku
“Oh iya mba Indah, mba Indah besok sudah bisa pulang, nanti saya sampaikan kepada petugas jaga ya, terima kasih sekali mba Indah, sudah lama sekali saya tidak merasakan kenikmatan seperti tadi.”
“Sama sama dok, terima kasih juga sudah merawat saya ya dok.”
“Sama sama mba Indah cantik”
Dokter Dika pun keluar dari ruangan. Kututup tubuhku dengan selimut. Dibalik selimut ini, tak ada lagi yang menutup tubuhku selain kapas dan perban yang menutupi bagian tubuhku yang terluka. Bagian payudara dan selangkanganku bahkan tak tertutup apa pun. Rasanya lega malam ini aku bisa kembali tidur telanjang. Saat petugas mengantarkan makan malam, aku menyembunyikan tubuhku di balik selimut. Setelah itu, ia keluar kembali karena hanya mengantar makan malam dan akan mengambil bekasnya kemudian. Ku santap makan malamku dilanjutkan aktifitas lainnya dalam keadaan telanjang di kamar ini. Aku sudah merasa bugar hanya sedikit tidak nyaman di anusku. Setelah pemeriksaan tensi terakhir, aku pun tertidur.
Saat sedang tertidur lelap, aku merasakan sebuah benda tumpul menembus vaginaku. Aku pun terbangun dengan terkejut. Saat membuka mataku, kulihat petugas bersih-bersih sedang berusaha memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Tanpa kusadari, saat tertidur selimutku terjatuh dan sepertinya saat ia masuk, ia melihat tubuh indahku yang tak terhalang apa pun. Bagaikan kucing garong melihat mangsa, ia pun langsung menikmati tubuhku. Melihat diriku terbangun, ia tidak panik. Ia justru mengatakan “percuma lu teriak, yang malu nanti berdua, mending nikmatin aja, daripada malu jadi korban perkosaan berkali-kali, udah lama gue pengen rasain badan lu, liat wajah cantik lo bikin gue sange, tadinya emang udah pengen gue ewe lu malem ini mumpung masih pingsan, eh gataunya pas gue masuk udah ada hidangan, badan mulus lo itu bikin gue mantap buat perkosa lo hahaha”
Vaginaku yang kering kini terisi penis sang cleaning service. Tanpa basa basi ia menyodok vaginaku dengan kencang. Ia juga melumat puting payudaraku dengan rakusnya. Perlahan vaginaku pun membasah. Kini, gesekan antara penis dan dinding vaginaku mulai yang sebelumnya sakit berangsur nikmat. Setiap gesekkan penis dan dinding vaginaku meningkatkan birahiku. Permainan lidahnya di putingku juga menambahkan gairahku. Kini, kutarik kepalanya dan kami pun saling beradu ciuman. Bibirku dilumatnya dengan ganas. Aku pun membalas ciuman liarnya sambil melingkarkan lenganku di lehernya.
Kami pun beranjak dari kasur. Ia memosisikanku menungging dan memasukan kembali penisnya. Hanya beberapa sodokan saja dan aku puj orgasme. Tak hanya permainan penisnya yang nikmat, jarinya yang kasar di puting dan payudaraku membuatku mencapai puncak birahiku. Ia pun menghentikan sejenak sodokannya untuk membiarkanku orgasme. Setelah orgasmeku mereda, ia kembali menyodokku dengan liar. Tak butu waktu lama, ia pun terlihat akan ejakulasi. Ditariknya penisnya dari vaginaku. Ia juga menyuruhku berlutut. Kukulum penisnya yang berada di hadapanku. Hanya butuh beberapa kuluman dan ia mencabut penisnya. Ia semburkan spermanya di wajahku. Crot crot crot kini wajahku penuh dengan sperma. Ia mengeluarkan HP nya dan memfotoku. Aku pun memintanya untuk menyimpan foto tersebut dan jangan sampai tersebar atau ia akan mendekam di penjara. Mendengar hal tersebut ia tak percaya, namun saat kuberitahu bahwa adikku polisi, ia pun ketakutan dan bahkan menghapus fotoku.
Setelah itu, ia membantuku membersihkan sperma di wajahku. Setelah itu, ia melanjutkan membersihkan kamar ini. Agar tak terulang hal yang tak diinginkan, aku pun mengenakan pakaian. Aku sudah cukup puas mendapatkan beberapa orgasme. Setelah berpakaian, kembali kurebahkan diriku hingga akhirnya aku terlelap.
Bersambung…