Satu Kasur, Tiga Jalan Hidup yang Berbeda

Pada satu waktu Ira bertanya kepadaku, ” mas mungkin Ira dalam soal s*ks ‘ngga normal ‘ya ? “.
Aku bukannya menjawab pertanyaan Ira tersebut, malah aku balik bertanya kepada Ira,
” Ir, kamu tahu ‘ngga batasan yang disebut tidak normal di dalam soal hubungan s*x ? “.

Ira menjawab ” ‘ngga tahu “.
Aku menjelaskan pada Ira bahwa ” segala cara, gaya dan frekuensi di dalam melakukan hubungan s*x akan selalu disebut normal apabila dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak, dengan tujuan untuk saling memuaskan pasangannya.

Kalau pasangan kita melakukan cara-cara yang tidak kita sukai tetapi dia terus memaksakan keinginannya untuk mencapai kepuasannya sendiri, maka pasangan kita tersebut dapat dikatakan memiliki penyimpangan s*ks*al. Pada akhir-akhir ini, setiap kali aku meng*nt*t Ira, jari-jari tanganku, khususnya jari telunjuk, sering dijil*tinya dan dimasukkan kedalam mulutnya untuk dijil*ti dan diis*pnya.

Semakin l*ar gerakanku dalam meng*nt*t Ira, semakin bern*fsu Ira menjil*ti dan mengis*p jari telunjukku.
” Ir, kamu sekarang ini selama ng*nt*t sering sekali mengis*p jari telunjuk mas, dan kelihatannya Ira makin sangat terangs*ng kalau selama ng*nt*t Ira dapat mengis*p jari telunjuk mas. Pasti kamu sangat menikmatinya ‘kan ?”, tanyaku.

Ira menjawab ” Ira makin terangs*ng kalau Ira dapat mengis*p jari telunjuk mas karena jari-jari mas sekali-kali menyentuh langit-langit mulut Ira, rasanya geli dan sangat merangs*ng sekali “.
Dari jawabannya tersebut aku mulai menduga-duga jangan-jangan pikiran Ira selama ng*nt*t pada akhir-akhir ini telah diisi dengan fant*si s*ks*alnya yang baru.

Aku memiliki keyakinan bahwa jari telujukku itu pasti dibayangkan oleh Ira sebagai k*nt*l kedua yang dapat dinikmatinya bersama-sama dengan k*nt*lku. Keyakinan itu timbul dari expresi Ira selama mengis*p jari telunjukku. Ira begitu menikmatinya !.

“Ir, kalau Ira mau bagaimana kalau kita coba untuk melakukan “thr*es*me” dengan menambah satu orang laki-laki lagi dalam acara ng*nt*t kita “, tanyaku. Ira tersentak kaget dengan tawaranku, dan sejenak dia hanya terdiam saja. Aku mencoba untuk menjelaskan pada Ira bahwa tawaran ini tentunya hanya sebuah tawaran yang dapat ia tolak, kalau memang Ira tidak menginginkannya.

Tapi sewaktu aku menyinggung kepada kebiasaannya pada akhir-akhir ini Ira senang menjil*ti dan mengis*p jari telunjukku selama ng*nt*t, Ira menimpalinya dengan mengatakan

“mas memang benar, karena pada akhir-akhir ini Ira sering ber-fant*si bagaimana rasanya tubuh Ira ini dij*mah dan dic*mbu oleh dua orang laki-laki dan Ira dapat bermain dengan dua k*nt*l sekaligus dalam satu tempat tidur ……… meskipun Ira takut untuk mencobanya, tapi keinginan untuk mencoba hal itu selalu muncul setiap Ira ng*nt*t, baik itu dengan mas maupun dengan suami Ira, tapi Ira masih ragu-ragu dan takut “.

Aku mencoba lagi untuk meyakinkan Ira , ” memiliki perasaan ragu-ragu dan takut untuk mencoba sesuatu yang baru adalah sangat wajar sekali, tetapi yang paling penting disini adalah keputusan dari Ira sendiri, apakah Ira mau mencobanya atau tidak “, ungkapku.

” Ira mau mas, tapi takut makin bertambah orang yang tau bahwa Ira sebagai seorang istri ternyata tidak setia pada suaminya sendiri, dimana sekarang ini ‘kan hanya mas yang tau “, ujarnya.
“Yang penting adalah keputusan Ira bahwa Ira mau mencobanya, soal Ira takut bertambahnya orang yang mengetahui sel*ngkuhnya Ira akan menjadi tanggung jawab mas.

Mas sendiri ‘kan harus dapat menjaga kerahasiahan diri mas sendiri, jadi Ira tidak usah khawatir “, kataku. Bagi aku sendiri melakukan “thr*es*me” sudah sering aku lakukan bersama-sama dengan sahabatku yang bernama Iwan, masih bujangan meskipun sudah berumur 32 tahun.

Iwan ini adalah ” l*dy k*ller” yang berpostur tinggi, tegap serta ganteng dan k*nt*lnya untuk ukuran orang Indonesia termasuk gede. Selain postur tubuhnya, kelebihan lain dari Iwan ini adalah supel dan mudah akrab dengan orang-orang yang baru dikenalnya serta dapat dipercaya.

Aku hubungi dia, dan dia setuju dan menunggu untuk dihubungi oleh aku kembali. Pada hari yang telah direncanakan aku menghubungi Ira dan mengatakan pada Ira bahwa hari ini aku akan memperkenalkan temanku kepadanya.
“mas, sungguh-sungguh dengan rencana ‘ thr*es*me’ itu ? “, tanya Ira.

Aku menjawab ” itu soal nanti yang penting kita bertiga ketemu dulu dan tentunya Ira sendiri yang harus memutuskan apakah akan dilanjutkan dengan acara ‘ thr*es*me ‘ atau tidak “.
“Oke, mas, jemput Ira ditempat biasa jam 11 ‘ya “, pinta Ira.

Jam 10.30 aku bersama Iwan meluncur untuk menjemput Ira. Sesampainya ditujuan, begitu Iwan melihat Ira, Iwan berkomentar
” G*la tu binor (bini orang) keren banget, mengapa baru sekarang ‘man gue dikenalin “.

Aku kenalkan Iwan pada Ira, dan kita bertiga, Ira duduk didepan disamping aku, meluncur ke arah utara kota Jakarta. Selama diperjalanan Iwan secara aktif membuka pembicaraan dengan Ira untuk membuat suasana lebih akrab lagi antara dia dengan Ira.

Tujuanku adalah sebuah motel didaerah Pluit yang bernama PT, di motel ini selain kamarnya bagus juga makanannya enak-enak. Makan siang dilakukan di dalam kamar, dan selesai makan siang dilanjutkan dengan nonton laser disc sambil ngobrol-ngobrol.

Pada waktu Ira selesai dari kamar mandi, dekat pintu kamar mandi aku sempat bertanya kembali kepada Ira apakah Ira mau lanjut dengan acara ‘ thr*es*me ‘ atau Ira merasa tidak cocok dengan Iwan.
Ira menjawab “ Iwan ganteng mas, dan untuk acara ………. “,

Ira diam, dan hanya tersenyum penuh arti kepadaku. Aku dapat menangkap isyaratnya. Ira mau untuk mencoba ‘ thr*es*me ‘ tetapi malu untuk mengatakannya. Kembali kekamar tidur, Ira duduk di-sofa disamping Iwan, dan aku duduk disebelah kanan Ira.

Posisi duduk di-sofa itu menjadi Ira duduk ditengah diapit oleh aku disebelah kanan dan Iwan disebelah kirinya. Film yang diputar melalui laser disc cukup seru, sebuah film drama percintaan dengan diselingi adegan-adegan r*njang yang halus tetapi cukup merangs*ng.

Obrolan diantara kita bertiga semakin hidup, dan kelihatan kekakuan Ira dengan kehadiran Iwan sebagai kenalan barunya sudah mulai hilang. Aku berpikir bahwa kini sudah saatnya untuk aku memulai berinisiatif “menyerang” Ira. Tanganku mulai mengelus p*ha putih Ira, Ira melirik kepadaku dan tersenyum cantik sekali.

Elusan-elusan tanganku di atas p*ha putih Ira terus kulakukan yang dengan sekali-kali sengaja tanganku menyusup lebih tinggi lagi mendekati p*ngkal p*ha Ira. Hal itu aku lakukan dengan mataku tetap menatap layar tv, dan sekali-kali aku mencuri pandang melihat kepada Iwan.

Sampai tahap ini Iwan masih belum bereaksi, pandangannya tetap mengikuti film yang tertayang di tv. Rok mini Ira makin tersingkap, dan tanganku dengan leluasanya merambah dan mengelus naik turun sampai kesekitar p*ngkal p*hanya, Ira mulai sering menggel*njang menahan rangs*ngan akibat dari apa yang aku lakukan ini.

Kesempatan ini aku pergunakan untuk terus lebih merangs*ng Ira dengan mulai menyusupkan tangan kananku kedalam blues Ira, p*ngkal tok*tnya mulai aku sentuh dan Ira mendesis sambil tetap berusaha mempertahankan posisi dirinya agar tidak semakin doyong bersandar ketubuh Iwan.

Tanganku masih belum begitu leluasa untuk mer*mas dan memainkan tok*t Ira karena masih terhalang oleh ** yang dipergunakannya. Maka kembali tangan kananku kuturunkan untuk kembali mengelus p*ha Ira dan kali ini tanganku mulai menyelinap ke balik **-nya.

Ira tersentak menahan rangs*ngan ketika tanganku menyentuh clit-nya, dan tanpa sadar kepala Ira jatuh did*d* Iwan. Dengan sigap tangan kiri Iwan menyangga kepala Ira dan tangan kanannya mulai mer*ba tok*t Ira. Ira mulai merintih lirih menahan nikmat.

Dengan tangan kanannya Iwan mulai melepaskan kancing baju atas Ira satu persatu. Sedangkan aku sendiri makin ganas memilin clit Ira dengan tanganku. Er*ngan Ira semakin keras, ketika tangan Iwan berhasil menyusup kebalik ** Ira dan mulai mer*mas tok*t Ira dengan r*masan-r*masannya yang mampu membuat Ira sangat terangs*ng.

Goyangan kepala Ira semakin l*ar, dan dengan tangan kirinya Iwan mengangkat muka Ira keatas sehingga posisi bibir Ira sangat dekat dengan mulut Iwan. Tanpa menunggu lagi, Iwan mel*mat bibir Ira dengan bern*fsunya dan Irapun membalasnya dengan tidak kalah b*asnya.

Aku angkat kedua kaki Ira keatas p*haku, kemudian kaki kanannya aku sandarkan disandaran sofa. Dengan posisi seperti ini tanganku semakin bebas memainkan clit Ira yang sudah mulai basah. Aku melihat kepada Iwan, ternyata tangan kanannya masih terus mer*mas-r*mas tok*t Ira, dan bibirnya sibuk meng*lum bibir Ira.

Begitu Iwan melepaskan lum*tannya, Ira berteriak
” Pindah ke tempat tidur …….. Ira ingin lebih bebas menikmati kalian berdua “.
Iwan dan aku bersama-sama mengangkat Ira ketempat tidur. Aku lepaskan rok mini Ira berikut **-nya sedangkan Iwan melucuti baju dan **-nya.

Ira sekarang telah tel*nj*ng bulat dan badan yang putih serta montok itu seakan menantang untuk dir*jah oleh aku dan Iwan. Aku lebarkan kaki Ira, sehingga tampak jelas menonjol clit Ira yang merah kecoklatan. Kuturunkan kepalaku untuk mulai mel*mat dan mengis*p clit Ira.

“Oh…. oh…. mas, Ira suka banget is*pan mas pada clit Ira “, Ira meng*rang menahan rasa ga*rah yang aku berikan. Iwan mulai turut dalam permainan ini, dia menekukan lututnya diantara kepala Ira sehingga posisi k*nt*lnya jatuh tepat di atas mulut Ira.

Disodorkan k*nt*lnya mendekati mulut Ira dan aku lihat Ira sempat melihat ke wajah Iwan sambil tersenyum dan langsung mulai menjil*ti k*nt*l Iwan. Tangan Iwan dengan leluasanya mer*mas dan memilin tok*t Ira. Sedangkan aku sendiri terus mel*mat clit Ira.

Sekarang tangan kananku yang memilin clit Ira, sedangkan dua jari tangan kiriku aku masukkan kedalam mem*knya. Ira mengel*njang dan menggerak-gerakan pant*tnya naik-turun seolah-olah dia sedang ng*nt*t. Aku bertanya kepada Ira ” Apakah kamu suka dengan cara kita berdua ini ? “,

Ira hanya mampu menjawab dengan cara mengangukkan kepalanya, karena mulutnya masih berusaha untuk dapat mengis*p k*nt*l Iwan sampai pada pangk*lnya. K*nt*l Iwan memang besar, kelihatan Ira kesulitan untuk mengis*p k*nt*l tersebut sampai kepangk*lnya.

Aku lihat akhirnya Ira melepaskan is*pan atas k*nt*l Iwan dan berkata
” Wan, k*nt*l kamu luar biasa gedenya, Ira susah ngis*pnya….. “.
Aku menimpalinya dengan berkata ” tapi kamu suka ‘kan sama k*nt*l Iwan ? “,

Ira teriak “suka banget, mas”
Aku berkata pada Iwan ” Wan, sekarang kamu ent*t Ira dulu supaya dia bisa ngerasain gedenya k*nt*l kamu “.
Tanpa menunggu lebih lama lagi Iwan langsung menempelkan k*nt*lnya di bib*r mem*k Ira dan mulai menggesek-gesekannya.

Ira merint*h menahan nikmat dan aku sendiri sangat terangs*ng melihat adegan itu. K*nt*lku berdiri keras sekali tetapi sementara ini aku tetap ingin menjadi penonton dulu. K*nt*l Iwan agak kesulitan untuk menembus mem*k Ira. Baru ujung k*nt*lnya masuk Ira sudah menjerit ” Wan….. g*la…. sakit….. rasanya kaya lagi waktu Ira dulu diper*wanin

“. Aku memancing fant*si Ira dengan mengatakan ” itu bukan Iwan tetapi Dodi “. Pancingan ku berhasil, Ira mendesis sambil mer*ntih
” mas Dodi, Ira mau diper*w*nin ‘ya “.
Iwan adalah partner aku yang baik dan sudah terbiasa dengan situasi semacam ini dan dia menjawab

” Ira sayang mas Dodi ‘kan ?,….. biarkan k*nt*l mas Dodi masuk ke mem*k Ira “. Iwan menekan k*nt*lnya agar dapat masuk lebih dalam lagi.
Ira bereaksi dengan berteriak ” ach…..achh… sakit mas….pelan-pelan “.

Aku melihat dengan jelas bagaimana sulitnya mem*k Ira untuk menerima k*nt*l Iwan, dan adegan ini membuat aku semakin terangs*ng, tetapi aku mencoba untuk menahan diri untuk tidak segera berpartisipasi agar tidak kehilangan adegan yang merangs*ng ini.

Ira mengerang ” acchhhh……. pedih… mas Dodi ……please f*ck me slowly……. ..I like your c*ck…..so big…acchhh….. . slowly darling ……”, separuh dari k*nt*l Iwan berhasil masuk ke mem*k Ira, dan Ira sendiri berontak l*ar menahan rasa pedih dan nikmat yang dirasakannya.

Aku justru mendorong Iwan agar lebih menancapkan k*nt*lnya di mem*k Ira dengan berkata
” ayo Dod…. f*ck her….. Ira minta di-ent*t sama k*nt*l kamu “, dan akupun bertanya sama Ira
” bener ‘kan Ir, ……kamu senang ‘kan di-ent*t

Dodi…….. jawab dong….. kalau tidak nanti Dodi cabut lagi k*nt*lnya dari mem*k Ira “,
Ira berteriak ” yessss…….. Ira pengen banget k*nt*lnya mas Dodi …..”. Mendengar teriakan Ira tersebut, Iwan langsung menekan k*nt*lnya lebih dalam lagi ke mem*k Ira, dan Ira menjerit
” addduuuhhhhh…… so big….. pa*nfull but nice…… f*ck me deeply mas Dodi “. Ira meronta-ronta kenikmatan mendapatkan k*nt*l yang jauh lebih besar dari punyaku.

Jeritan-jeritan Ira semakin keras, dan badannya meronta l*ar tak terkendali ketika Iwan membalikkan badan Ira pada posisi d*ggy st*le. Iwan sendiri kelihatan begitu bern*fsu meng*nt*t Ira dari belakang, dia tidak mengurangi sama sekali genj*tan k*nt*lnya kedalam mem*k Ira meskipun Ira terus mer*ntih antara sakit dan nikmat.

Aku sudah tidak tahan lagi melihat adegan semacam itu, segera aku berdiri didepan kepala Ira dengan posisi kaki yang kurentangkan sehingga kepala Ira berada disel*ngk*nganku. Aku sodorkan k*nt*lku kemulut Ira untuk dijil*ti dan diis*pnya.

Ira sudah diluar kendali, “mas Dodi……. ini k*nt*l siapa laag ………”, belum selesai Ira berkata, k*nt*lku sudah masuk dimulut Ira dan Ira dengan bern*fsunya menjil*ti dan mengis*p k*nt*lku. Hentakan k*nt*l Iwan dari belakang membuat Ira lebih tidak terkendali lagi di dalam mengis*p k*nt*lku sehingga rasa nikmat yang aku rasakan sulit untuk diungkapkan.

Ira melepaskan is*pannya atas k*nt*l aku, dan mengerang serta berteriak keras sekali
“…… mas Dodi……… Ira coming……….. Ira engga tahan lagi….. addduhhhhh ohhhhh…. so nice……. “, badannya sejenak bergetar l*ar……. dan kemudian melorot rebah seperti tidak berdaya menahan rasa nikmat yang baru saja diperolehnya.

Iwan menarik k*nt*lnya dari mem*k Ira secara perlahan-lahan diiringi dengan lirihan Ira ” aaaduuuhhhh ….. nikmat sekali…….”.
Untuk beberapa saat kita bertiga tidak ada yang bersuara. Keheningan terpecahkan ketika Ira berkata
” sorry ‘ya ‘Wan, tadi Ira teriak manggil-manggil nama mas Dodi ….. abis waktu k*nt*l mas Iwan mau masuk ke mem*k Ira, rasa sakit dan pedihnya sama banget sewaktu Ira diper*w*nin oleh mas Dodi …. jadi Ira inget dia….. “.

” Yang penting buat mas Iwan, Ira puas dan justru sewaktu Ira mulai menyebut-nyebut nama mas Dodi, mas Iwan semakin terangs*ng karena ngebayangin diri mas Iwan sebagai Dodi yang lagi mer*w*nin Ira “, jawab Iwan.
Ira melirik ke Iwan dan sambil loncat kekamar mandi Ira berkata ” giliran kalian berdua ‘ya untuk coming ……be back soon “.

Keluar dari kamar mandi, Ira berdiri menghadap kekaca rias sambil menyisir rambutnya. Aku harus mengakuinya bahwa postur tubuh Ira memang indah, putih dengan bentuk buah d*d* yang tegak menantang. Dalam posisi Ira masih berdiri menghadap kaca, aku sudah berdiri memeluknya dari belakang, secara perlahan kutelusuri tengkuknya dengan bibirku.

Ira mengg*linjang geli. C*uman-c*uman kecil terus aku lakukan disekitar tengkuknya sambil tanganku dengan halusnya mulai meng*lus buah d*d*nya. Tampak dikaca Ira berusaha untuk tidak memejamkan matanya, Ira berusaha untuk dapat melihat buah d*d*nya di-*lus dan dir*mas oleh kedua tanganku.

Ira kelihatannya menikmati sekali adegan ini. ” ‘Wan, …. lets joint with us …… “, ajakku.
Iwan beranjak dari tempat tidur dan langsung berjongkok diantara kaki Ira menghadap ke clit-nya Ira. Iwan mulai memainkan lidahnya menjil*ti sekitar bibir mem*k Ira, dan Ira tetap bertahan untuk terus menatap ke kaca .

Tangan Ira memegang rambut Iwan, dan kepala Iwan digoyang-goyangkannya seolah-olah Ira menuntun lidah Iwan agar jil*tannya jatuh ditempat yang diinginkannya. Nafas Ira memburu, des*han rasa nikmat yang dialaminya mulai terdengar ” ….. ohhh ….acchhhh shhhhhn….. adduhhhh…… “.

Tanganku masih terus mer*mas dan mem*lin put*ng tok*t Ira. ” Ir, lihat dikaca, ….. lihat…clit kamu lagi di-is*p dan dijil*ti Iwan, dan tok*t kamu sedang mas r*mas-r*mas…..lihat…..” , bisikku. Ira menatap kaca dan merintih lirih ” ……. keep on doing……. Ira suka baaangeeet……. enak…..”.

Aku basahi dengan l*dah jari telunjukku, dan secara perlahan-lahan kutusukan kedalam an*s Ira. Ira meronta, dan sambil tetap memegangi rambut Iwan untuk supaya tetap menjil*ti clit-nya, Ira mulai menggoyangkan pant*tnya dengan maksud agar jariku dapat masuk lebih dalam lagi di an*snya.

Ira sudah lepas kendali, berteriak dan meronta menuntut yang lebih dari yang sedang dirasakannya saat ini. Aku basahi sekitar an*s Ira dengan ludahku demikian pula k*nt*lku. Perlahan tapi pasti, k*nt*lku aku tekan ke an*snya, Ira menjerit ketika k*nt*lku berhasil masuk ke an*snya.

Dengan posisi berdiri, Iwan mulai berusaha untuk memasukkan k*nt*lnya ke mem*k Ira. Tekanan-tekanan k*nt*l Iwan yang berusaha untuk masuk ke mem*k Ira, secara tidak langsung menekan lebih dalam lagi k*nt*lku terbenam di mem*k Ira, rasanya luar biasa nikmat.

K*nt*l Iwan berhasil masuk ke mem*k Ira dan gerakan Ira semakin tidak terkendali karena setiap tekanan yang aku lakukan membuat k*nt*l Iwan masuk semakin dalam, demikian sebaliknya kalau Iwan yang melakukan tekanan. Rint*han, teriakan dan gerakan Ira luar biasa sekali, Ira benar-benar menikmatinya.

Ira mer*ntih, ” ohhhhhhhhhh, I’m coming again…… shhhhehhhhh,…aaddduuuuhhhh, aaacchhh …” , melihat Ira meronta-ronta aku tidak tahan lagi, aku tekan dengan dalam k*nt*lku di an*s Ira, diam tanpa gerakan untuk dapat merasakan sepenuhnya jepitan an*s Ira di k*nt*lku akibat kontraksinya lub*ng an*s Ira.

” ooohhhh…Ira……. mas mau keluar……. auuuuccchhhh….. shhhiiiiittttt……. I’m coming …Ira “, teriakku sambil mer*mas kencang tok*t Ira. Kudekap Ira dengan kedua lenganku, sedangkan Iwan dengan ritme yang pelan tetap masih meng*nt*t Ira, Ira sudah tidak mampu lagi untuk membuka matanya, bibirnya terkatup menahan rasa nikmat.

Perlahan-lahan kucabut k*nt*lku dari an*s Ira dan membiarkan Iwan sambil berdiri meneruskan meng*nt*t Ira Aku duduk di-sofa memperhatikan mereka berdua ng*nt*t. Iwan mengangkat Ira ketempat tidur, dengan posisi kaki Ira terjuntai kelantai, Iwan berusaha untuk memasukkan k*nt*lnya lagi ke mem*k Ira.

K*nt*l Iwan yang begitu gede berhasil masuk separuhnya ke mem*k Ira, dan Ira pasrah menerimanya ketika Iwan menekankan k*nt*lnya sampai masuk seluruhnya. “adduhhhhh…. “, hanya itu yang dapat diucapkan Ira. Gerakan Iwan dalam ng*nt*t Ira tetap stabil, perlahan, tetapi setiap menekan Iwan selalu menekan k*nt*lnya sampai masuk semuanya.

Reaksi dari ent*tan Iwan ternyata luar biasa sekali, setiap Iwan menekankan k*nt*lnya Ira pasti mer*ntih
” mas Iwannnn…. ampun…..ampun mas…….. Ira puas bangeeetttt-bangeeettt “, tanpa sadar k*nt*lku berdiri lagi tetapi aku merasa kasihan kepada Ira kalau harus menangani k*nt*lku lagi.

Aku mendekat kepada Ira dan dengan halus ku-usap dan kur*mas-r*mas buah d*d*nya. Rem*san-r*masan yang aku lakukan membuat Ira makin mer*ntih, dan rint*han Ira yang semakin keras tersebut merangs*ng Iwan untuk lebih mempercepat ent*tannya.

“mas Iwan…… Ira ampun……. Ira mau keluar lagi…….aaacchhhhhhhhh ……..Ira keluar….. oocchhhhhh “, teriak Ira, dan bersamaan dengan teriakan Ira tersebut kulihat Iwan memperlambat ent*tannya dan menanamkan seluruh k*nt*lnya dalam-dalam ke mem*k Ira sambil berteriak

” Irrrrrr, mas … mau keluar…. accchhh adduhhhhhhh “, badan Iwan meregang tegang menahan nikmat dan beberapa saat kemudian merebahkan badannya memeluk Ira sambil menc*um bib*r Ira dengan mesranya. Ira tidak bersuara,demikian pula Iwan dan aku, kita masing-masing jalan dengan pikiran dan lamunannya sendiri-sendiri.

Jam 19.00 kita bertiga meninggalkan motel PT, ditengah jalan Ira berkata ” …mas Iwan kot*lnya ‘ko bisa gede begitu sih….. rasanya sampai sekarang masih mengganjal saja di mem*k Ira “. Iwan hanya tertawa dan sambil berseloroh menjawab ” kamu salah Ir, yang gede bukan k*nt*l mas Iwan… tapi mem*k kamu yang terlalu sempit “, kita bertiga tertawa lepas dan sepakat untuk melakukannya lagi ………. next time ………