Menikmati tubuh gadis kampung berdada indah

Dimana waktu itu ada kendala ban mobil yang aku kendarai bocor karena terurusuk paku saat mau ke luar kota, dan saat aku mau mengganti ban serepku ternyata kunci roda yang aku bawa tidak pas, sial banget hari itu dan aku berjalan kira 3 km untuk menghampiri rumah yang ada mobil angkotnya dan semoga mempunyai kunci yang pas dengan baut mobilku.

“Assalamu alaikum…..!” sapaku dengan wajah sedikit memelas didepan pintu rumah yang sedikit reot, maklum di kampung yang jauh dari kota.
“Wa alaikum salam…”terdengar jawaban seorang wanita namun belum nampak batang hidung yang punya suara.
Mendengar suara itu kuberanikan diri sedikit melongo kedalam rumah itu. Opss… ternyata ada seorang wanita kira-kira berusia 25 tahunan sedang menyusui anaknya. Oh.. my God lumayan juga parasnya untuk wanita ukuran di kampung ini, dan tentunya yang membuatku terkesima buah dadanya yang indah tampak terbuka sedang diisep sama anaknya yang masih berusia balita.
“Maaf mbak, apa saya bisa pinjam kunci roda mobilnya ?” tanyaku sambil tak putus mataku memandang sebuah keindahan, seraya mengkhayal jika aku yang menikmati buah dada yang indah itu.
“Oh..sebentar pak saya Tanya dulu suami saya…!” Jawab wanita tadi sambil terburu-buru menutup dada indahnya yang mungkin Ia sadar jika betapa aku menikmatinya.
Singkat cerita kunci roda tersebut berhasil saya pinjam dan bergegas kugunakan untuk mengganti ban yang bocor dengan ban cadangan. Tentunya dengan alasan mengucapkan terima kasih, kami sempat berbincang dan berkenalan.
“Maaf pak, Rencananya mau kemana?“ Tanya wanita itu.
“Oh saya mau ke kota X dalam rangka tugas kantor” Jawabku sekenanya.
“Sebenarnya saya juga mau ke kota itu untuk menemui saudara yang katanya berdomisili disana, tapi alamatnya belum begitu jelas dan kebetulan suami saya tidak bisa mengantar karena kendaraan Angkotnya masih rusak” Kata wanita itu diamini oleh suaminya yang baru bangun tidur dan ikut menemani kami berbincang-bincang.

Pucuk dicinta ulam tiba begitulah kata pepatah, dengan tanpa melewatkan kesempatan untuk dapat berlama-lama dengan wanita itu, apalagi dia akan berangkat sendiri tanpa suami dan anaknya, dengan alasan suaminya masih harus menyelesaikan perbaikan angkot yang masih rusak itu. Apalagi aku memang hanya sendiri di kendaraaanku.

Sepanjang perjalanan kami ngobrol panjang lebar tentang segalanya dan akhirnya dapat kuketahui nama wanita itu adalah Heni. Sampai kami tiba di kota tujuan.
“Mbak Heni rencana mau nginap dimana? kan hari sudah mulai gelap tentunya sulit mencari alamat saudaranya waktu begini” tanyaku.
“Entahlah mas soalnya saya tidak punya cukup uang jika harus menginap di penginapan” Jawab Heni dengan sedikit kebingungan.
“Bagaimana jika kita menginap dulu di penginapan tempat saya menginap, esok hari baru kita sama-sama mencari alamat saudara mbak itu!” Tawarku kepada Heni.
“Tapi mas apa tidak merepotkan ?”tanyanya dengan nada ragu tapi mau.
“Ya… enggak lah… .kan mbak Heni sudah menolong saya jadi tidak ada salahnyakan jika saya membalas pertolongan itu.” Jawabku sembari dalam hati bersorak YESS…….. .
“Ya deh mas …. Saya ikut mas aja !” Jawabnya pasrah.
Setiba di penginapan ternyata kamar yang tersedia tersisa 1 yang kosong yang lainnya sudah di booking calon tamu lainnya dan tidak bisa di ganggu gugat lagi soalnya sudah di bayar Full.
“Aduh mbak kamarnya Cuma ada satu yang kosong, gimana nih” Tanpa menunggu jawaban langsung kujawab sendiri dengan sedikit memaksa
“Udahlah mbak…. Mbak tidur dikamar saya saja biar saya yang tidur di sofa”.
“Tapi mas …” jawabnya ragu, namun akhirnya seperti kebo di cucuk hidungnya ikut dibelakangku menuju kamar sambil mengangkat tas Heni dan tasku sendiri.
Setelah masuk dalam kamar dan menyelesaikan segala urusan dengan room service yang mengantar ke ruangan yang ku pesan. Kami terdiam sejenak, dan Heni terduduk di sofa sambil memandangku bingung.
“Silahkan mandi dulu mbak, itu handuk bersih dan ini sabun cair dan shampoo saya yang bisa mbak pake, saya rapikan dulu perlengkapan saya, nanti selesai mandi kita cari makan malam di luar saja, karena penginapan ini tidak menyiapkan makan malam yang sesuai dengan selera saya“.
Sambil menyodorkan perlengkapan mandiku ke Heni untuk digunakan dan Heni nurut aja apa yang ku sampaikan.
Setelah semuanya beres kami keluar penginapan mencari rumah makan yang biasa aku datangi jika berkunjung ke kota ini. Sambil makan kami banyak bercerita, khususnya Heni dapat kuperoleh cerita jika ia baru 3 tahun menikah dengan suaminya yang masih kerabat dekat dan pilihan orang tuanya
Namun dalam perjalanan pHenikahannya suaminya kurang memberi perhatian selayaknya suami kepada istrinya selain hanya untuk melampiaskan nafsu sexnya, untuk urusan lainnya suaminya kurang mau tahu termasuk urusan mengunjungi saudaranya di kota ini.
Tibalah waktu kami kembali ke penginapan untuk istirahat, sesuai janjiku jika aku yang tidur di sofa sedangkan Heni di tempat Tidur. Maklum deh Heni masih menganut kebiasaan di kampung jika tidur harus menggunakan sarung dengan tidak memakai sehelai benangpun di badannya selain balutan sarung yang sudah agak kumal.
Nampak jelas bentuk tubuh khususnya payudara yang kutaksir berukuran 36 B, menyembul di balik sarung yang dikenakannya yang terlihat dikeremangan lampu tidur yang menyala dengan redup. Hal ini membuatku semakin gelisah menahan gejolak adikku yang dari tadi ingin berontak terus tanpa aturan yang jelas.
Rupanya Heni melihat kegelisahanku dengan menyangka aku tersiksa jika harus tidur di sofa, padahal bukan itu penyebabnya, sehingga akhirnya dia pun bersuara.
“Mas, Nggak bisa tidur ya? sudah mas disini saja, toh tempat tidur ini masih cukup luas“.
Tentunya ini kesempatan emas 24 karat yang tidak boleh aku sia-siakan, dengan sedikit jual mahal aku menjawab
”Ya deh. Memang agak kurang nyaman nih tidur di sofa, tapi mbak tidak keberatankan?”.
“Nggak koq mas silahkan aja” jawabnya.
Bergegaslah dengan langkah seorang kesatria Majapahit menuju ke empat tidur samping Heni. Ternyata Heni sempat melihat ada yang menyembul dengan keras di balik celana pendek yang memang tidak mengenakan celana dalam kebiasaanku jika tidur.
“Ihh… Mas… itu apa yang berdiri dibalik celana mas?” Lugu Heni bertanya.
“Ahh… mbak koq liat aja, ini kan gara-gara mbak juga“. Jawabku sekenanya sambil dalam hati berkata TUNGGU TANGGAL MAINNYA.
Sejenak kita berdua terdiam dengan pikiran masing-masing. Selanjutnya aku mencoba menyentuh tangan Heni, dan tidak ada penolakan dari Heni yang membuatku semakin berani menarik tangannya dan memeluk dirinya dengan sikap yang sangat mesra.
“Mas jangan panggil aku mbak ya… sebut aja Namaku” Tiba-tiba Heni bersuara,
”Oh ya….”jawabku.
“Maaf mas Heni koq merasa nyaman dekat mas, tidak seperti suami Heni yang tidak pernah memberikan kemesraan seperti yang mas berikan ini” kata Heni lagi,
“Akupun begitu er…., awal melihatmu ingin rasanya aku memelukmu !” jawabku sedikit merayu.
Sambil memeluk dari belakang dan mencium bekang telinga selanjutnya leher bagian belakangnya, yang tanpa penolakan bahkan terlihat Heni begitu menikmati. Kuberanikan untuk mengelus kening selanjutnya turun ke dada dan terus meremasinya dengan halus terutama sekitar puting yang nampak kian mengeras.
Tidak ada jawaban atau kata yang keluar dari mulut Heni selain desahan nafas yang semakin memburu tidak teratur, menandakan Heni sudah mulai horny selanjutnya tanganku turun meraba perut dan terus menemukan rimbunan bulu-bulu tebal diantara dua lembah yang terasa mulai lembab selanjutnya mencair oleh lelehan air kenikmatan wanita yang sedang mendaki kearah puncak kenikmatan.
Tidak dinyana Heni membalikkan badannya melepaskan sarung kumal yang melapisi tubuh mulusnya yang baru kali inilah terlihat dengan jelas, dibalik keluguan wanita desa ternyata menyimpan suatu kekuatan yang mampur memecahkan naluri lelaki yang menggeliat dengan panasnya.
“Mas…!!!”. Sambil meremas adikku yang sudah ditelanjangi oleh tangan halus Heni seperti meremas jagung yang akan dirontokkan pipilnya.
”Aku tidak pernah merasakan kenikmatan seperti ini dari suamiku…akhhh….akkhh !!”.
Heni semakin tidak dapat menguasai dirinya, apalagi saat kulumat habis puting tet3knya yang kian mengeras.
Berangsur turun ke puser perut dan kelubang kenikmatan.
“Okhh..okkhhhh…..mas….nikmat..akhhkk…”Tak kuasa Heni menahan erangannya.
Kita berdua sudah semakin larut dalam hasrat birahi yang bergelora dengan tubuh yang tak satu helai benangpun yang masih melekat, diterangi cahaya lampu tidur yang temaram.
“Heni aku sudah nggak tahan lagi, pengen ngent0t mem3k kamu !”
Keluar kata dari mulutku yang semakin kurang ajar, karena adikku sudah berada dalam kuluman mulut Heni yang dengan ganasnya melalap habis sampai ke pangkal batang bahkan biji pelirku pun tak luput dari sedotannya.
Heni rupanya mengerti dengan kata-kataku, maka dengan selangkangan terbuka dengan posisi WOT menelungkup memasukkan batang kont0lku ke lubang mem3knya secara perlahan tapi pasti, naik turun tidak beraturan,
”Oh…. Mas nikkkkkmattttt…!!!” Heni mulai mengoceh kesetanan,
“Mas kont0lmu enak sekali……..” tambah Heni.
Akupun semakin keras memompa dan membanting tubuhnya ke kasur untuk merubah posisi dengan Doggy style, menggenjotnya dengan tetap meremas tet3k Heni,
”Mas aku cape……” keluh Heni.
Kubalikkan tubuhnya dengan posisi MOT sebagai posisi pamungkas karena kont0lku sudah mulai terasa berdenyut keras,
”Ohkkhhh…..mas aku nggak tahan ….akh..!!!!” Heni mengoceh dengan lemahnya, sementara remasan mem3knya semakin memelintir batang kont0lku,
“Oh….Heni tahan sebentar lagi aku juga mau keluar.” Pintaku kepada Heni seembari meninggikan RPM genjotan kont0lku di mem3k Heni.
Dan tiba-tiba
”AKHH………!!!!” Teriak Heni bersamaan dengan itu akupun tak dapat lagi menahan semburan sperma kont0lku kedalam mem3k Heni sambil tetap mengisap putting tet3k Heni yang kian mengeras.
Kita berdua tidak dapat menggambarkan apa yang terjadi tadi yang jelas aku dan Heni sudah tidak bertenaga lagi untuk bergerak dan tetap membiarkan tubuhku tengkurap di atas tubuh Heni dengan kont0l yang masih tertancap di mem3k Heni.
Semenit kemudian aku berangsur tertidur di samping tubuh bugil Heni si wanita desa dengan ceceran air mem3k Heni dan sperma kont0lku yang membasahi tubuh dan sperei tempat tidur yang bercampur keringat kami berdua.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 03.30 aku terbangun, dan mendapatkan Heni masih tertidur dengan ceceran sperma dan air mem3k yang mulai mongering di badan kita berdua dan sprei tempat tidur, kubangunkan Heni dan kuajak untuk bersih-bersih di kamar mandi.
“Mas… maafin Heni ya, koq Heni malah mengajak mas bercinta..” Kata Heni menyesal namun masih menyimpan hasrat terpendam.
”Nggak apa koq er… aku juga senang dengan apa yang telah kita perbuat, habis kamu seksi sih bikin aku nafsu aja” kata ku nakal menggoda, sembari menyandarkan badannya ke dadaku.
”Akh….mas ini bikin malu aja..” sambil mencubit perutku.
”Jujur deh mas Heni baru kali ini merasakan bercinta yang betul-betul membuat Heni serasa terbang kea wan” sambung Heni.
Sambil mengelus kont0lku yang mengecil tapi mulai nampak tanda-tanda akan bangun lagi.
“Mas… boleh nggak Heni minta lagi..” Pinta Heni.
WHY NOT pikirku, tapi gengsi dong kalo aku langsung mengiyakan.
”Gimana ya…tapi aku sudah cape nih” jawabku untuk memancing pelayanan yang lebih ekstra tentunya,
”Trus gimana dong mas ?” Heni benar-benar sudah memelas.
“Heni mesti tau dong apa yang ku mau !” Jawabku sekali lagi.
Tanpa ba bi bu Heni langsung mengulum kont0lku dengan ganasnya dan tanganku tidak melewatkan untuk mengobok-obok tet3k Heni yang mulai mengeras juga, rupanya tak puas kont0lku diisep, ia menggigit halus putting susuku yang membuat diriku terawang-awang ke langit tujuh.
“Heni kita pindah ke sofa aja yuk!”
sembari bangkit dari tempat tidur dan menuju sofa, gentian Heni yang ku mandiin kucing dari ujung kaki sampai kuduknya.
”Ahkk…Mas terus mas ….” erang Heni.
Heni benar-benar sudah tidak bisa menguasai dirinya sampai teriak-teriak sehingga harus dengan cepat kubekap mulutnya agar tidak mengganggu tamu lainnya di penginapan itu.
“Masss.. cepat ent0t aku mas sudah tidak tahan nih…” suara lirih Heni memintaku agar menusuk kont0l ke mem3knya.
Blassss……
”Akhhh…” lirih Heni sekali lagi.
Entah apa karena suasana malam itu yang semakin sepi atau memang setan sudah begitu dominant menguasai otak kami berdua, langsung aja dengan posisi Heni yang nungging di sofa ku benamkan batang kont0l ini yang juga sudah ingin mengakhiri permainan dashyat ini, kugenjot berulang-ulang kedalam lubang mem3k Heni dan terakhir tersemburlah cairan maniku yang sudah encer akibat terlalu banyak yang dikeluarkan untuk memuaskan hasrat kami berdua
”Ohhhh… Heni….”
Bersamaan dengan orgasmenya Heni, yang membuat lututku semakin tak kuasa menahan lemasnya dan mengantarkan kami untuk terduduk lemas sejenak di sofa.
Akhirnya kami bersih-bersih dikamar mandi dan tertidur sampai pagi harinya.
”Mas kapan kita bisa ketemu lagi ?” Tanya Heni.
”Aku akan menghubungimu lagi jika ada waktu Hen..” jawabku.
Singkat cerita keesokan harinya aku mengantarkan Heni menemui alamat saudaranya dan sebelumnya mampir di took hp untuk membelikan Heni HP yang dapat aku gunakan bila ingin menemui Heni. Kisah ini berlanjut ditempat yang lain dan kesempatan yang lain, tentunya tanpa sepengetahuan suami Heni.
Sudah 2 minggu lebaran lewat, aku mulai disibukkan dengan kerjaan kantor yang mulai memadati hari-hariku, tak pandang bulu siang atau malam, bos seakan tidak mau tau dengan apa yang kurasakan.
Tanpa disadari hp ku sudah berbunyi sebanyak 3 kali tanpa pernah kujawab mengingat padatnya waktu yang mengejarku. Oh….ternyata ada telpon dari orang yang sudah lama tidak kutemui. Heni si wanita desa yang dulu penah kurengguk manis madunya.
“Hallo….!”
“Hei mas kemana aja tidak pernah menelponku ?” suara Heni menjawab diseberang sana,
“Oh ya maaf aku sangat sibuk apa khabarmu ..?” tanyaku lagi
”Aku baik-baik aja mas, kapan kita bisa ketemu aku kangen nih.. banyak yang ingin kuceritakan sama mas” Heni menjawab dengan nada memelas.
“Ok lah minggu depan saya ada waktu lowong, bisa nggak Heni dating ke kota ku ?” jawabku sambil memberikan pilihan.
”Oh tentu…. Aku sekarang sudah bebas karena suamiku sebulan yang lalu berangkat ke Arab Saudi menjadi TKI.” Jawab Heni menerangkan keberadaan Suaminya.
Waktu berlalu seminggu kemudian sesuai janji yang kusampaikan, Heni datang ke kotaku dengan menggunakan angkutan bus umum yang kujemput di Terminal batas kota. Dan dengan bahagianya ku sambut kedatangan Heni yang terlihat cukup lelah karena harus menempuh perjalanan dengan kendaraan yang kurang begitu nyaman bagiku, karena tidak dilengkapi dengan AC.
Segera kuantarkan Heni dengan perlengkapannya menuju ke sebuah penginapan sekelas hotel berbintang kelas 3 yang membuat takjub mata Heni yang tidak menyangka akan menerima sambutanku
Tentunya hal ini tidaklah menjadi suatu yang menyulitkan dibanding penghasilan dan fasilitas yang diberikan kepadaku sebagai salah satu tenaga fungsional di perusahaanku yang layak mendapat fasilitas yang memadai sesuai kontrak kerja yang ku tanda tangani awal bekerja di situ.
Aku mengerti Heni begitu lelah sehingga tidak sedikitpun aku mau menyentuhnya, biarlah Heni membersihkan badannya dan beristirahat, sementara aku kembali ke kantor merampungkan sisa pekerjaan yang harus diselesaikan.
Sore itu sekitar pukul 16.30 waktu setempat aku menuju ke hotel tempat Heni ku inapkan, dengan tentunya tidak lupa sebelumnya mampir di butik terdekat, membelikan beberapa potong gaun dan Lingerie yang cocok dengan tubuh Heni
Karena kutahu apalah artinya seorang dari desa dengan penghasilah suaminya yang seadanya takkan mampu membelikan pakaian seperti yang kubelikan ini. Padahal aku ingin Heni tampak menarik saat kubawa menikmati kehidupan kota malam ini.
“Eh mas sudah datang, maaf aku baru mandi belum sempat berpakaian rapih” Heni menyambutku dengan balutan handuk yang nampak garis dan lekukan tubuhnya yang sangat jelas walau tertutup handuk.
Glek…. Kutahan nafasku untuk mengatur keseimbangan gerakan yang berada dalam celana dalam ku melihat tubuh Heni yang memang sudah cukup lama aku rindukan.
“Heni sini sebentar” Ujarku memanggil Heni yang akan beranjak kekamar mandi,
“Iya mas ada apa?” Heni bertanya sambil mendekat kearah ku.
Sehingga begitu dalam jarak capaianku kurengkuh Heni dan ku cium dengan penuh nafsu ke dua belah bibir yang merah merekah asli tanpa sapuan lipstick.
Ciumanku rupanya mendapat balasan yang tidak kalah ganasnya sambil terdengar erangan-erangan kecil saat bibirku menelusuri leher dan melumat habis dua gundukkan dengan ukuran 36 B yang belum tertutupi oleh BH atau apapun sehingga aku bebas seliar-liarnya memainkan peranan ini.
“Akh…Mas…akkuu….kangggennn…masss…..” terdengar lirih suara Heni merintih kenikmatan saat tubuhnya kutidurkan di tempat tidur hotel, sambil tetap lidahku mempermaikan pentil tet3k Heni secara bergantian, dan terus…menjalar sampai ke pusar di perut Heni..
”Akh…massss…..ennaakkkhhss….” lirih Heni yang menambah sembangatku untuk terus bertarung.
Menyadari tubuhnya sudah telanjang bulat tanpa satu pun benang yang melindungi, Heni berusaha bangkit mengambil alih posisi dengan membanting tubuhku ke bawah dan melucuti baju dan celanaku hingga tidak tersisa sedikitpun secarik kain untuk menutupi tubuhku.
Dan meraih batang kenikmatan yang sedari tadi sudah berdiri dengan tegak, selanjutnya memasukkan ke dalam mulut mungilnya yang dihiasi oleh bibir yang sexy dengan terus menyedot kelur masuk tanpa memberiku kesempatan untuk mengatakan jangan.
”Ohh….nikmat sekali Errrr….terus sayy..” ucapku meracau sebelum menyadari jika lubang vaginanya yang indah sudah dipertontonkan di mukaku, sehinggga tanpa membuang kesempatan kami melakukan posisi 69.
“Heni… aku rindu kamu….” ucapku sambil menikmati sepongan Heni di kont0lku yang sudah mulai terasa ada kedut-kedutannya.
Aku menegakkan posisi tubuhku dari posisi 69 sementara Heni masih melumat habis kont0lku hingga dasar batangnya, sehingga terasa gigitan bibir Heni di biji pelirku, akupun mengimbanginya dengan meremas kedua belah tet3k Heni yang sudah-sudah sangat keras menjulang karena dibaluti oleh nafsu yang memuncak.
Setelah beberapa saat kami merubah posisi ke posisi klasik (MOT), Heni dengan lembutnya membelai kont0lku untuk dibimbing ke dalam lubang pep3knya secara perlahan-lahan,
”Akhhhhhssssss……..” Heni mengulangi meracau dengan lirih ssat batang kont0lku mendesak ke dalam lubang mem3k Heni dengan sambil membelai wajah dan kepala Heni sedangkan kaki Heni mengapit dan menjepit tubuhku seakan tidak rela kont0lku yang sudah menancap di lubang mem3k Heni lepas.
Akupun tidak pernah rela melepaskan kenikmatan ini dengan memberikan efek vibra keluar masuk kont0lku secara cepat ke dalam mem3k Heni yang berakibat tersemburlah teriakan kecil dari mulut Heni
”Ohhh….massss..eennnaakkk!!!”
Beberapa menit kemudian dengan posisi yang tidak berubah terasa kont0lku semakin kedut-kedutan,
”Oh.. Heni aku rasanya mau keluar”.
”Tahan dikit mas Heni mau keluar juga, kita sama-sama yah” jawab Heni memelas.
Tentunya mendapat sinyal seperti itu kuperkuat getaran vibrator alami ku yang terasa mulai kedut-kedutan.”Ohh…ohhh…ohhh…..mas…aku keluuaarrrrr….” Jerit Heni mengimbangi keluhan lirihku saat lahar panas telah menyembur dari pipanya
”Ohhhhh….”
Pertarungan selesai aku melihat jam menunjukan pukul 17.15, jadi kami ngent0t kurang lebih ¾ jam, kulihat Heni terkulai lemas di sisiku dengan percikkan air mani yang tersembur saat gerakan ngent0t kami yang tidak terkontrol.
“Er…mandi yuk, kitakan belum makan malam?” ajakku ke Heni yang terliat enggan membuka matanya setelah melepaskan rindu birahi yang ditahannya selama ini.
”I ya mas kita barengan aja” jawab Heni sambil menjulurkan tangannya minta ditunutun ke kamar mandi akibat lututnya yang masih lemas.
Malam itu kami menghabiskan waktu di sebuah café dengan pemandangan menghadap ke laut, sungguh indah panorama malam itu, apalagi Heni dengan balutan gaun malam yang kubelikan khusus untuk Heni, hilang sudah sosok Heni sebagai wanita dari desa, semuanya terpoles dengan balutan suasana kota.
Cukup panjang lebar Heni bercerita mulai dari kisah suaminya yang mulai tidak betah dengan kehidupannya sekarang sehingga ingin mengadu nasib menjadi supir di Negara Arab sana, hingga persoalan kehidupan perkawinannya yang mulai goyah akibat suaminya sudah mulai tergoda dengan gadis lain.
Menjelang tengah malam kami kembali ke hotel dimana aku dan Heni akan menginap menghabiskan segala kerinduan birahi yang telah lama kunanti.
Heni beranjak menaiki tempat tidur dengan Lingerie tipis sedang kan aku mengenakan kaos t shirt dan celana model hawai tanpa menggunakan CD. Sesaat kemudian Heni merapatkan tubuhnya di dekapanku dan kucium dengan mesra kening selanjutnya di saksikan keremangan malam dengan lampu kamar yang temaram kukecup bibirnya
Henipun membalas dengan kecupan yang tak kalah mesranya. Entah siapa yang memulai kami berdua sudah saling melepaskan balutan kain yang menempel di badan hingga nampaklah dikeremangan lampu redup dua tubuh yang saling menyatukan diri seakan tak perisahkan.
Payudara Heni semakin mengeras dengan jilatan bibirku yang kian ganas yang mengalir dari payudara hingga ke bawah pusar dimana terdapat sebuah gua kenikmatan yang dirimbuni oleh padang rumput hitam yang mengeluarkan bau khas yang semakin membawaku untuk menyiraminya dengan jilatan-jilatan kenikmatan yang hanya Henilah bisa menterjemahkan rasa itu, Sementara itu Heni tidak mau ketinggalan dalam permainan ini, dengan meremas-remas batang kont0lku yang sedari tadi juga sudah berontak untuk tetap berdiri dengan angkuhnya.
“Mas….puaskan aku massss…” Heni meminta dengan lirih di telingaku.
”Tentu sayang…” akupun menjawabnya dengan terbata-bata akibat remasan dan kuluman Heni terhadap batang kont0lku yang kian mengeras dan membesar tidak seperti biasanya.
“Ahkkkhhh…Uhhhkh…”Heni terus mengerang menikmati saat kont0lku secara perlahan kumasukkan kedalam liang mem3knya yang mulai licin oleh cairan kenikmatan yang keluar dari sumbernya.
Entah kami sudah menghabiskan berapa banyak waktu, karena saat itu yang ada hanyalah kenikmatan birahi yang berulang-ulang kami capai, sehingga pada akhirnya kami menghabiskan malam itu dengan tidur tanpa dibalut sehelai benangpun hingga kokok ayam jantan di pagi hari yang membangunkan kami berdua.
Keesokkan paginya……
Walau ayam sudah berkokok dengan riuhnya rupanya mataku benar-benar sangat sulit untuk dibuka, hingga entah bagaimana kisah ini berulang dalam keadaan terlelap aku merasakan ada sesuatu yang meremas-remas batang penisku yang terasa sangat nikmat, entah lagi bermimpi atau tidak yang jelas begitu aku tersadar aku melihat Heni dengan penuh nafsu meremas-remas batang kont0lku yang nampak mulai menegakkan keberaniannya dengan menggesek-gesekkan bibir vaginanya ke pahaku yang penuh ditumbuhi bulu seraya mendesis.
”akhss….!!!”.
Tersadarku saat itu jika Heni sudah ingin memulai lagi permainan ini,
”Kenapa sayang ?” Tanyaku kepada Heni pura-pura bingung.
”Oh.. mas Heni pengen lagi…” Pintanya lirih.
Tanpa menunggu jawaban dari ku Heni langsung menjilati seekujur tubuhku khususnya di daerah sekitar perut hingga Pelirku yang mulai kedut-kedutan akibat rangsangan yang dilakukan Heni.
”Sabar sayang…akupun tidak akan melewatkan kenikmatan ini” Kataku dengan nafas yang memburu.
Aroma bau sperma dan cairan mem3k Heni yang belum sempat di bersihkan hasil pertarungan tadi malam begitu membaur menambah rangsangan yang mengasyikkan bagi kita berdua.
Dan disaat Heni mulai melahap habis batang kont0lku kedalam mulut mungilnya, kuraih selangkangan Heni yang terbuka dan tentunya mulutku menjilati dengan sedikit menggigit halus kelentit Heni sehingga membuat Heni begitu menikmatinya.
”Ups..ups..” Suara erangan Heni yang tertahan akibat masih mengulum batang kont0lku yang sudah kembali menunjukkan keaslian bentuknya.
”Oh…Heni nikmatttttt….” Kataku lirih .
Tubuh Heni kubalikkan ke posisi Misionary dengan mengganjal bongkahan pantat Heni dengan bantal dan kumasukkan Batang kont0lku ke dalam liang kenikmatan dengan nakalnya ku goyang-goyangkan yang menimbulkan suara Cepak…cepok…cepak..cepok…
”Ohkksssss….massss…nikmat…..!” sekali lagi Heni menjerit nikmat ketika aku menggoyangkan batang kemaluanku seakan mengebor dengan RPM yang tinggi.
Setelah berjalan beberapa puluh menit, aku membisikkan kata ke telinga Heni.
”Say …. Kamu pindah ke atas….” Tanpa menjawab Heni menuruti kemauanku, dan dengan posisi tegak dengan wajah menutup mata menghadap ke langit-langit kamar, Heni menggoyangkan pantatnya dengan sekali-kali memutar bongkahan pantat indahnya yang menyebabkan kedua payudara indah itu bergerak naik turun mengikuti langkah irama gerakan WOT Heni yang diiringi suara erangan seperti seekor Srigala yang melolong saat bulan Purnama.
“Mas..aduh… aaksss..kuuu…mau keluarrr….” Heni melolong.
”Tahan sayang ….. akupun terasa mau keluar jugahhhh…” Jawabku memohon untuk keluar bersama-sama.
“Akhhhh…sayangggggg…sudah nggak tahannnn..” Heni menjerit dan disaat bersamaan pula aku mengeluarkan semburan lava dingin dari sumbernya.
”Ohhh….yessssssss….!!!!!”
Bagai mahluk yang sudah tidak bernyawa kami berdua ambruk di tempat tidur hotel akibat kehabisan tenaga setelah pertarungan yang maha dahsyat di pagi hari ini.
Namun hal itu tidak berlangsung lama karena selang beberapa menit dengan saling memapah kami berdua berdiri menuju kamar mandi dan berendam di Bathub dengan kucuran air hangat, untuk selanjutnya berkemas berpakaian dan menuju restoran hotel untuk sarapan pagi.
Hari ini merupakan sisa waktu yang akan kami habiskan sebelum Heni kembali ke Desanya setelah mendapat khabar bahwa sang suami akan kembali ke kampung halamannya akibat ada permasalahan di tempat kerjanya di Saudi Arabia sehingga ia harus kembali lebih cepat dari waktu yang direncanakan.
Tiga bulan berikutnya….
Heni mengabarkan bahwa Ia sudah telat menstruasinya yang tentunya adalah hasil pertarungan nafsu birahi kami berdua. Untung deh Suami Heni juga sudah kembali sehingga tidak ada kecurigaan jika janin yang dikandung Heni adalah hasil sebuah peselingkuhanku dengan Heni yang indah. Entah akankah terulang lagi hanya kami berdua yang tahu.