Aku, Rudi, dan istriku, Dian, memiliki selisih usia sekitar 6 tahun. Kami berdua telah menikah selama 5 tahun, dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sangat lucu. Aku bekerja sebagai karyawan swasta, dan istriku hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Kehidupan kami biasa saja, bahkan terlalu biasa. Awal perkenalan kami adalah ketika kami berdua sama-sama tersesat dalam perjalanan wisata ke Yogjakarta. Dan dari situ, aku merasakan indahnya jatuh cinta kepada calon istriku di pandangan pertama. Karena tak beberapa lama setelah pertemua kami, aku langsung melamar dan menikahinya.
Bagiku, Dian adalah sosok wanita yang sangat cantik. Wajahnya bulat, berambut hitam lurus sepundak, berkulit putih, berkaki panjang dan yang paling membuatku semakin jatuh cinta adalah, senyum dan tatapan matanya, yang mampu membuat dunia seolah berhenti berputar. Aku pikir, perbedaan usia kami bukanlah sebuah kendala. Sehingga ketika ia berulang tahun ke 18 tahun, sebuah pernikahan sederhana langsung aku persembahkan padanya.
“Kita pasti bisa menghadiri acara si Ratu khan mas…?” Tanya Dian dengan senyum andalannya.
Tanpa menjawab pertanyaannya, aku hanya mengangguk sambil membalas senyum istriku.
“Kamu memang suami adek yang paling pengertian…” girang istriku.
Dengan nada yang masih antusias karena kegiranganan, Dian langsung kembali meneruskan acara telephonnya dengan kakaknya.
“Selama kamu senang, aku pun bisa senang dek…” ucapku dalam hati.
Andai saja aku bisa meramalkan kejadian beberapa waktu kedepan, aku pasti tak akan mengijinkan istriku pergi ke acara pernikahan itu. Karena semenjak acara pernikahan itu, semua kisah cinta dan pernikahan kami berubah 180 derajat.
Hari H pun telah mendekat. Beberapa hari lagi, pernikahan yang semua akomodasi, penginapan dan konsumsi sudah dipersiapkan oleh keluarga Ratu dan Putra, akan segera dilaksanakan. Dari kotaku berada, kami berangkat berempat. Aku, istriku, Dwita (kakak iparku), dan Romy (anak Dwita), naik pesawat paling pagi menuju Semarang. Sengaja kami tak mengajak kedua anak kami, karena kami pikir, perjalanan kami ke Semarang cukup jauh, mau tak mau kedua buah hatiku aku titipkannya ke kerabat terdekat. Sebenarnya, aku dan Dwita sangatlah jarang bertemu, sehingga untuk mengakrabkan diri, istriku memintaku untuk bertukar tempat duduk dengan kakaknya. Aku duduk bersebelahan dengan Dwita, sedangkhan Dian duduk bersebelahan dengan Romy.
“Okelah… untuk sementara ini aku agak menjauh dari istriku…. Toh hanya beberapa hari ini saja…” batinku, sambil mulai membuka percakapan dengan Dwita. Selama perjalanan, perbincanganku dengan Dwita berjalan cukup seru. Dwita orangnya cukup santai dan pandai suka bercanda. Sifat mudah bergaul itu menurun kepada Romy, anaknya. Karena dari sepenglihatanku, tak henti-hentinya istriku tertawa akan semua cerita yang dibawakan keponakannya itu.
Pada awalnya, aku sama sekali tak memperhatikan percakapan antara istriku dan keponakannya, karena pada saat yang bersamaan, aku juga sedang seru bercakap-cakap dengan Dwita. Namun ketika Dwita sudah mulai mengantuk dan pada akhirnya tertidur, aku baru sadar jika percakapan istriku dengan kekeponakannya agak sedikit ‘menjurus’ ke hal-hal berbau mesum. Mereka sepertinya sudah terbiasa membicarakan ke-mesum-an diantara mereka, karena dari gaya bicaranya, mereka terlihat begitu santai dan akrab. Mungkin karena mereka sudah berteman baik sejak kami menikah dan Romy hanyalah seorang anak kecil yang baru menginjak remaja, aku jadi mulai menganggapnya lumrah. Waktu itu, Romy masih berusia sekitar 15 tahun, bertubuh tinggi kurusa namun maskulin dan energik. Berkulit gelap dan memiliki wajah mirip Dwita, tidak termasuk ganteng memang. Sehingga perlahan, api cemburu mulai menyala di dalam dadaku ketika mengawasi gerak-gerik mereka.
Tak beberapa lama, kami tiba di Semarang dengan selamat. Turun dari pesawat, kami langsung menuju ke hotel sembari menyiapkan diri untuk menghadiri acara pernikahan yang akan diadakan di sore harinya. Acara pernikahan Ratu dan putra pun berjalan dengan lancar, tak ada kendala sedikitpun. Di penghujung acara, sebelum para undangan akan berpamitan, ada sebuah permintaan dari kedua orang tua mempelai yang meminta kami semua supaya menghadiri acara informal keesokan paginya. Acara informal yang memiliki agenda untuk saling mengenal kedua keluarga secara lebih dekat. Dan karena acaranya tak formal dan berlokasi di dekat pantai, kami diminta untuk mengenakan pakaian sesantai mungkin. Keesokan harinya, acara informal itupun berlangsung dengan tak kalah meriahnya dengan acara pernikahan. Ada berbagai macam acara, mulai dari acara sambutan pagi, acara makan-makan, acara karaoke, hingga acara permainan yang harus dimainkan oleh semua orang, termasuk aku dan istriku.
Pagi itu, Dian terlihat begitu cantik dalam tanktop dan celana jeans pendeknya. Dengan tinggi 165 cm, payudara 36C yang menggantung di depan dadanya terlihat begitu menggoda. Selalu bergoyang kesana kemari setiap ia bergerak. Ditambah lagi dengan sinaran panas matahari yang menerpa kulit putihnya, membuat payudara itu terlihat begitu ranum. Putih dengan rona merah. Satu lagi yang aku banggakan dari sosok istriku adalah, keahliannya dalam menggoda setiap lelaki. Memamerkan perut ramping tanpa lemak dan pantat bulat yang hanya dibungkus dengan celana jeans pendeknya, membuat hampir semua orang tak ada yang percaya jika Dian telah menikah dan memiliki 2 orang anak.
Tak beberapa lama, acara permainan pun dimulai. Untuk membuat semua hadirin yang hadir dalam acara informal itu dapat ikut serta dalam permainan, presenter dengan pintarnya membagi kami dalam beberapa kelompok. Tiba-tiba aku sadar, jika mayoritas undangan yang datang untuk mengikuti permainan berusia cukup muda, dan entah kenapa, aku mendadak merasa sudah terlalu tua untuk mengikuti semua permainan yang akan dilakukan. Aku lebih memilih duduk di sudut taman, dan melihat mereka ketika melakukan permainan-permainan tersebut. Kami dan para undangan lainnya saling tertawa melihat permainan yang mulai berjalan. Hingga pada sebuah kesempatan, ada giliran satu permainan yang mengharuskan aku dan istriku untuk maju ke tengah. Namun karena malu, aku hanya bisa menolak dan tersenyum sambil berdada-dada ria.
“Ayo Rud… maju…. Ini hanya permainan…” teriak beberapa undangan.
Berbeda denganku, Dian terlihat begitu antusias untuk bisa tampil. Dia berulang kali menarik-narik lenganku untuk mengajakku ketengah hadirin. Tapi, karena aku bersikeras menolak dan lebih memilih untuk ingin melewatkan kesempatan ikut permainan itu, akhirnya Dian pun menyerah.
“Supaya adil, apakah pak Rudi mempersilakan ibu Dian supaya bisa bermain game dengan orang lain? “ Tanya sang presenter tiba-tiba.
“Hmmm… boleh deh….” Jawabku singkat, saat itu aku hanya ingin acara permainan ini cepat-cepat selesai dan kami bisa segera kembali ke hotel.
“Pak Rudi yakin…?” Tanya presenter itu lagi “Game ini bakal melibatkan beberapa adegan gosok menggosok kulit loohh… hehehe” tambahnya lagi, seolah-olah menantang saya untuk berpartisipasi.
Tapi aku tetap pada pendirian awalku. “Iya… bolehlah… “ jawabku lagi.
“Okelah kalo begitu… untuk mempersingkat waktu… Ibu Dian mau memilih untuk berpartner dengan siapa…? tanya sang presenter sambil menyodorkan mic kearah Dian.
“Romy…. “ jawab singkat istriku.
“Oke Romy…. Lelaki yang sangat beruntung, ayo segera maju….” Tutup sang presenter sambil kembali meneruskan acara permainan itu.
Tiga permainan akan dimainkan. Yang pertama adalah permainan memindahkan buah apel yang hanya boleh dibawa dengan cara meletakkannya diantara dahi peserta lomba. Ada sedikit perasaan aneh ketika melihat Dian dan Romy waktu menyelesaikan permainan. Mereka begitu menikmatinya. Terlebih Karena permainan ini mengharuskan kedua wajah peserta saling berdekatan, sehingga jika dilihat dari jauh, wajah istriku dan Romy terlihat seperti sedang berciuman. Namun karena pasangan istriku dan beberapa belas pasangan lainnya berhasil, dan masuk ke dalam nominasi permainan berikutnya, aku dapat meredam rasa aneh itu.
Lomba kedua adalah lomba gendong pasangan sambil menyelesaikan beberapa macam perintah, seperti joged, berlari, ataupun mengambil sebuah barang yang disangkutkan diatas ranting pohon. Untuk lomba kali ini, rasa aneh yang ada di dalam dadaku, mulai berubah menjadi api cemburu. Karena dalam permainan ini, Romy harus menggendong istriku diatas pundaknya. Sehingga vagina istriku berada di tengkuk Romy, payudara besar istriku juga tak jarang bersandar di kepala belakang Romy. Dan lagi, beberapa kali aku melihat tangan Romy meraba-raba dan pantat istriku guna menjaga keseimbangan. Tapi karena aku lihat konteksnya hanyalah sebatas sebuah permainan, aku bisa menerimanya. Dan sekarang tiba di lomba ketiga. Lomba dimana Dian dan tiga pasangan lain berhasil masuk nominasi finalis. Lomba ketiga adalah lomba terakhir guna menentukan pemenang. Sang presenter sedikit menjelaskan beberapa aturan permainan, dan juga menjelaskan jika itu adalah lomba yang sedikit ‘berani’ dan banyak adegan mesumnya.
“Iya… tidak apa-apa….” jawabku singkat sambil tersenyum, ketika presenter itu kembali bertanya apakah aku merpersilakan istriku bermain dengan lelaki lain.
“Lomba ketiga adalah lomba memindahkan koin dari dahi peserta wanita kearah pusar…” ujar sang presenter.
“Ah… itu mah lomba yang mudah…” batinku dalam hati sambil mengambil nafas lega.
“Cuman… cara memindahkannya bukan dengan tangan” tambah sang presenter “Melainkan dengan…… lidah”
“Wow wow wow… ini benar-benar lomba yang mesum…” Pikirku. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, karena selain aku sudah mengiyakan permintaan presenter, aku juga malu jika harus merusak mood Dian yang sebentar lagi bisa saja menang.
“Pemenang lomba ini adalah makan malam romantic dan sebuah iphone untuk masing-masing peserta…” teriak sang presenter sambil diikuti teriakan seru para penonton.
4 buah meja, diletakkan berdekatan diantara para peserta. Dan para peserta wanita diminta untuk tidur terletang. Sebuah koin kecil, diberikan panitia kepada peserta pria supaya diletakkan pada dahi pasangan wanitanya. Bagiku, itu adalah lomba yang sangat seksi. Terlebih melihat tubuh istriku yang pagi itu hanya terbalut dalam tanktop tipis dan celana pendek, semakin membuat perlombaan terakhir ini terasa makin menggairahkan. Saking menggairahkannya, aku bisa melihat jika benda yang ada di selangkangan Romy telah membesar sejak awal perlombaan.
“Yaaak… siaaappp… mulai….” Aba-aba sang presenter memulai permainan.
Pertandingan pun dimulai, dan Romy perlahan mendorong koin dengan lidahnya. Alih-alih merasa malu, Dian hanya bisa tertawa-tawa geli karena sekilas, Romy terlihat seperti sedang menjilat-jilati wajah dan leher Dian. Melihat tingkah mereka, aku benar-benar merasa cemburu. Apalagi ketika koin itu telah bergulir ke arah dada istriku dan masuk ke belahan dadanya. Dian yang merasa kegelian hanya bisa tertawa-tawa kecil sambil sedikit melenguh seolah merasakan keenakan ketika menerima jilatan lidah basah kekeponakannya itu. Sejenak, Romy menghentikan jilatan pada payudara istriku dan menatapku tajam, seolah bertanya apakah ia bisa melanjutkan.
“Ayo Rom… terusin jilatinnya… dorong terus… kita pasti menang.. hihihi… ” ucap Dian membuyarkan tatapan tajam kami berdua.
Tidak ingin terdengar seperti orang tua yang tersiram api cemburu, sehingga aku menganggukkan kepalaku, mengijinkan Romy meneruskan jilatannya pada payudara istriku. Melihat persetujuanku, lidah Romy langsung bermanuver lincah pada belahan dada istriku. Itu adalah pemandangan yang sangat seksi, pemandangan yang membuatku sangat cemburu dan terangsang. Apalagi ketika aku juga menyadari jika selain tonjolan benda yang ada di selangkangan Romy semakin membesar, putting payudara istriku juga tinggi menyembul, terlihat begitu nyata menembus kain tipis tanktopnya. Dian hanya bisa cekikikan sambil berusaha mencoba menahan sensasi geli dari lidah Romy yang berkeliaran di sekujur kulit payudaranya. Hingga pada akhirnya, Romy berhasil menempatkan koin itu ke dalam lubang pusar Dian sehingga mereka ditetapkan menjadi juara perlombaan di pagi hari itu.
Acara makan malam romantis buat pemenang game tadi pagi, terasa begitu mewah. Kami disuguhi dengan berbagai macam makanan, minuman, dan snack. Setelah makan malam, kami berdua langsung dipijat, sauna, lalu mandi. Hinga pada akhirnya, setelah semua sajian hadiah pemenang telah semua kami nikmati, kami kembali ke kamar dan bersiap untuk tidur. Intinya, malam itu kami benar-benar terpuaskan oleh sajian hotel. Setibanya di dalam kamar, kami langsung bersantai di ruang TV. Aku akui jika seharian itu aku benar-benar horny dan anehnya, akupun bisa merasakan istriku horny juga. Kami mulai minum bir, Dian tidak minum tetapi ia mengambil setengah gelas dan segera menenggaknya habis.
“Sayang aku sange banget… ngewe yuk…” pintaku sambil berbisik lirih di telingan Dian.
Dian tak menjawab permintaanku, dia hanya bisa tertawa kecil sambil memegang dan mengurut selangkanganku yang sudah menegang dari luar celana pendekku. Aku kecup bibir tipisnya, mencoba menyalurkan nafsuku yang sudah menggebu pada dirinya. Kuraba payudara dengan putingnya yang sudah membesar, dan kuremas perlahan.
“Aku pengen nidurin kamu sampe pagi dek…” ucapku lagi.
“Aku juga mas… pengen ngerasain sodokan tititmu….” Jawab Dian.
“Kamu udah bener-bener basah dek… pasti kamu sange banget ya…?”
“Hhmmmpppghghhh…” desah Dian mengiyakan.
“Nafsu menggebuku pasti bisa terlampiaskan malam ini….” Ucapku lirih sambil perlahan mulai melucuti jubah mandi Dian.
Namun, ditengah pendakian kami berdua, tiba-tiba…TOK TOK TOK ! terdengar suara ketukan dari pintu kamar hotel.
“Tante Dii…. Tantee….” Itu suara Romy.
“Sialan… ngapain lagi sih bocah itu… mengganggu saja….” Umpatku
“Bukain aja dulu mas… siapa tahu ada yang penting… ntar khan ngewenya bisa kita lanjutin lagi…” redam istriku sambil merapikan jubah mandinya.
Ternyata tujuan Romy mengganggu acara malam kami hanyalah dikarenakan ingin berpamitan. Pesawat yang mereka tumpangi, memiliki jadwal yang agak berbeda dengan jadwal kami, sehingga ia ingin mengucapkan selamat tinggal dan sedikit berbasa-basi.
“Masuk aja Rom… Tante Di ada di kamar mandi…” ujarku sambil mempersilakan bocah 15 tahun ini masuk.
Dan setelah Romy masuk ke kamar, aku langsung menuju ke sudut kamar dan menonton TV yang ada di ujung kaki tempat tidur. Aku duduk di kursi sofa yang ada samping tempat tidur dan Romy hanya duduk beberapa meter dari tempatku duduk. Di ujung tempat tidur, menghadap tepat ke arah TV. Tak beberapa lama, Dian keluar dari kamar mandi dan ikut duduk disamping Romy, nimbrung bersama.
Sambil menonton TV. kami mulai berbicara tentang apa saja. Pada awalnya, pembicaraan kami terasa agak canggung, oleh karena itu, aku iseng menawarkan bir untuk memperhangat suasana.
“Nggak Om… ntar mami Romy tau… “
“Udah… sedikit aja Rom… udah gedhe ini… “ candaku.
“Sedikit aja kali ya…” ucapnya singkat sambil mengambil gelas gelas bir yang aku sodorkan padanya.
Tiba-tiba, ketika sedang melihat Romy dan istriku bercakap-cakap dari belakang, aku teringat akan kejadian tadi pagi dimana mereka lomba. Kejadian dimana selangkangan Romy membesar dan putting istriku mencuat. Aku yakin, jika pasti ada sesuatu yang terjadi antara istri dan kekeponakanku ini.
“Hooaaahmmm….Cuaca hari ini membikin ngantuk ya…?” ujarku dari belakang Romy dan istriku duduk.
“Iya nih om… Sedikit bikin ngantuk…” Ucap Romy yang sedikit menengok ke arahku.
“Trus..trus.. gimana lanjutannya Rom…?” Tanya istriku lagi.
“Iya Tan… Jadi setelah itu…bla la bla…..” lanjut Romy dan
“Sialan…“ Ternyata mereka sudah sama sekali tak menggubris keberadaannku.
Hingga pada akhirnya, setelah 20-30 menit pembicaraan yang (bagiku) sangat membosankan, aku putuskan untuk hanya mengawasi gerak-gerik mereka dengan cara berpura-pura ketiduran. Walau aku hanya melihat kedua manusia berlawanan jenis ini dari arah punggung mereka, aku tahu jika situasi di kamar ini terasa agak aneh, terlebih aku merasa agak terangsang ketika mengawasi gerak tubuh mereka.Berulang kali, Romy melirik ke arahku yang berada jauh di belakang tempatnya duduk. Dan beberapa kali juga ia mengawasiku dari dekat, memastikan jika waktu itu aku sudah benar-benar tertidur pulas di sofa. Alunan musik yang lembut, ditambah sepoi angin yang masuk ke dalam kamar kamar hotel, membuat suasana semakin mesra. Dan entah darimana, kami tiba-tiba sadar jika suasana diantara kami bertiga mulai memanas. Tiba-tiba Romy bertanya kepada Dian mengenai hal yang sama sekali tak pernah aku bayangkan.
“Tante Di… apa boleh Romy mencium bibir tante…?” tanya remaja 15 tahun ini dengan malu-malu.
Butuh beberapa waktu bagi Dian untuk merespon pertanyaan Romy, tapi pada akhirnya ia mengangguk dan hanya berdiam diri. Pada awalnya, Dian tidak menanggapi permintaan aneh kekeponakannya ini.Istriku memilih untuk berdiam diri ketika menerima ciuman-ciuman keponakannya.Tapi, lama kelamaan, seolah ikut terbawa suasana horny, istriku mulai membalas ciuman dan kecupan Romy. Selama beberapa menit, mereka terlihat saling balas ciuman mesra. Saling jilat dan kulum, seolah mereka adalah sepasang pengantin baru yang sedang dilanda api asmara.
Menerima balasan yang positif dari istriku, Romy pun mulai melancarkan rayuan-rayuan mautnya.
“Kamu cantik Tante…”
“Tubuh tante wangi sekali…”
“Pasti Om Rudi beruntung banget bisa menikahi tante… “
“Andai saja tante belum menikah, Romy bersedia kok menikahi tante…”
Mendengar puji dan rayuan Romy, keponakannya, istriku sepertinya semakin bernafsu. Karena dari sofa tempatku berpura-pura tidur, aku bisa melihat gerak-gerik tubuhnya ketika sedang horny. Berulang kali, jemari lentik istriku membelai rambut, wajah dan lengan Romy.
“Tante Di… apa boleh Romy memegang tetek tante…?”
Mendengar pertanyaan keponakannya, istriku langsung menghentikan ciuman mesranya dan buru-buru menengok tajam ke arahku. Dan setelah beberapa saat, begitu mengetahui jika waktu itu aku masih dalam kondisi tertidur lelap, istriku mengangguk. Ia mengijinkan keponakannya itu untuk memegang payudaranya. Ini GILA. Mereka sudah benar-benar gila. Mereka melakukan perbuatan mesum tepat di depan diriku berada. Tubuhku tiba-tiba bergetar. Aku harusnya marah pada kekeponakanku yang telah menggoda istri orang. Aku harusnya murka kepada istriku yang telah membiarkan lelaki lain meraba tubuhnya. Namun, entah kenapa, melihat perbuatan mesum mereka saat itu, aku hanya diam saja dan menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Seiring dengan perbuatan cabul mereka, timbul perasaan aneh, antara gairah, nafsu, canggung dan cemburu.
“Sepertinya mereka tak akan berhenti sampai disini…” ucapku dalam hati.
Dan benar saja, tak lama kemudian, Romy kembali bertanya pada istriku.
“Tante Di… boleh nggak kalo Romy pengen melihat tubuh indah tante…” tanyanya polos sambil terus mencium bibir dan meraba-raba payudara montok istriku dari luar jubah tidurnya.
Mungkin karena istriku sudah terlalu horny, ia tak lagi melihat ke arahku. Karena begitu Romy selesai bertanya, ia langsung berdiri dari posisi duduknya, melepas jubah mandinya dan membiarkan jatuh ke lantai. Melihat perbuatan mereka, aku yang pura-pura tertidur di kursi santai, hanya bisa melenguh sambil menarik nafas panjang.
“Mereka pasti sudah kesetanan…” batinku.
“Biar adil… kamu juga bugil donk Rom… Tante pengen lihat gimana bentuk tititmu…” pinta istriku, sambil usapan tangannya ke kepala Romy.
“Titit? Titit tuh apaan ya tan…?”
“Titit… burung kamu….”
“HAHAHAHA…. maksud tante …? Titit mah punya anak kecil tan….”
“I…iya… maksud tante juga itu… Tante kepingin lihat kontolmu…”
Mendengar permintaan istriku, Romy seolah mendapatkan semangat baru. Dengan cepat, ia buru-buru melepas kaos gombrong dan celana pendeknya.
Dan. Setelah Romy melepas semua pakaiannya, aku baru menyadari jika ada sesuatu yang janggal pada tubuh remaja 15 tahun ini. Romy memiliki sebuah organ yang bisa membuat iri para pria. Romy memiliki sebuah benda yang bisa membuat wanita berteriak-teriak keenakan. Romy memiliki sesuatu yang bisa membuatnya melumpuhkan banyak wanita. Yup. Romy memiliki ukuran penis yang benar-benar panjang dan besar.
“Wooow…” pekik Dian ketika ia tahu barang yang sudah mengacung tegak di antara selangkangan kekeponakannya.
“Woow kenapa tante..?” Tanya Romy sok heran.
“Titit kamu besar sekali Rom….”
“Titit…?”
“Eh iya.. kamu besar banget…”
“Ahh… biasa aja kok tante… om Rudi pasti jauh lebih besar lagi…” ucap Romy malu-malu.
Sekarang, mereka berdua telanjang di hadapanku. Istri dan kekeponakanku telah tenggelam dalam lautan nafsu. Lautan nafsu yang membutakan mata mereka, jika di dalam ruangan itu, masih ada aku sebagai suami dan om. Lautan nafsu yang sama sekali tak akan bisa dibendung lagi untuk mengguyur pantai kenikmatan yang akan segera mereka capai bersama.
“Aku pengen jilat putting tante…” bisik Romy pelan.
“Hooouuughh…” racau Dian.
Mendengar jawaban tantenya yang sudah tak lagi konsen, Romy memberanikan diri untuk membelai payudara Dian dengan kedua tangan dan dengan perlahan, ia mulai mengangkat gumpalan daging yang menjuntai indah serta mengisap payudara lezat tantenya secara bergantian.
“Oouughhh…. Pelan-pelan Rom…” desah istriku keenakan.
Sepertinya, istriku sudah sangat terangsang. Karena walau dari kejauhan, aku bisa melihat puting coklat kemerahannya yang mulai menegak.
“Tetek tante besar banget…” puji Romy sambil terus menyeruput putting Dian yang semakin mengeras.
“Oouuhh… Ssshhh…” desah istriku lagi sambil mulai menggapai-gapai penis kekeponakannya yang sudah mengacung tinggi.
Mereka pun sepertinya telah melupakan diriku yang masih berada di dalam kamar ini. mereka seolah sudah tak peduli akan nafsu yang sudah meninggi.
“Oouugghh Romm… enak banget…” desah istriku setiap kali kekeponakannya menjilat dan mengulum putting coklat mudanya.
“Tante… aku pengen njilat memek Tante… “ bisik Romy.
“Aku juga pengen ngejilatin kontolmu Rom…” balas Dian yang kemudian langsung mendekatkan wajahnya kearah selangkangan kekeponakannya
Dengan jemari lentiknya, Dian berusaha menggenggam batang penis Romy. Namun sekeras apapun usahanya, ujung-ujung jemarinya tak mampu saling bersentuhan. Seperti menggenggam botol air mineral, jemari lentik istriku tak mampu melingkarkan secara sempurna jemari tangannya ke batang tebal keponakannya itu. Digerakkannya jemari tangannya itu naik turun, sambil sesekali istriku menjilat kepala penisnya.
“Shhh….Enak banget tante…” Romy meracau tak jelas.
Penis remaja 15 tahun itu terlihat begitu menyeramkan. Dengan ukuran yang kurang lazim untuk anak-anak seusianya, penis itu seolah akan tak muat untuk masuk ke dalam mulut istriku. Karena setiap kali istriku berusaha mengulum seluruh batang penisnya ke dalam mulutnya, hanya ujung penisnya sajalah yang bisa masuk. Aku iri. Aku benar-benar iri. Aku iri dengan apa yang pemuda ini dapatkan dari kenikmatan mulut istriku. Aku yang sudah menikahi istriku selama 5 tahun saja belum pernah merasakan sekalipun nikmatnya oral seks bersamanya. Sedangkan dia, hanyalah seorang keponakan, bukan pacar atau teman bermain, sudah bisa merasakan hisapan kuat mulut istriku.
“Aku sudah nggak tahan Rom… entotin tante Rom… entotin tante sekarang…” pinta istriku yang kemudian beranjak dari posisi jongkoknya dan meminta Romy untuk merebahkan badannya.
“Aku pengen menaiki panjangmu sayang…”
Segera saja, Romy merebahkan badannya. Dan disusul istriku yang kemudian merayap naik keatas tubuh keponakannya. Namun, entah disengaja atau tidak, ada sedikit hal janggal yang dilakukan istriku ketika ia merangkak naik dan memposisikan batang penis Romy di selangkangannya. Ketika batang penis keponakannya itu sudah menyentuh kulit vaginanya, istriku, dengan kedua mata bulatnya yang sudah sangat bernafsu menatap tajam ke arahku.
“Apakah Dian tahu jika selama ini aku mengawasi gerak-gerik mereka…?” tanyaku dalam hati.
Istriku sepertinya sengaja memilih posisi bercintanya dengan arah yang menghadap tepat ke arahku. Sehingga, walau dalam kondisi cahaya kamar yang temaram, aku dapat dengan jelas melihat raut muka hornynya secara langsung. Wajahnya berwarna kemerahan, dengan putting payudara yang sudah sangat tinggi mengacung. Melihat adegan-adegan erotis yang dilakukan istriku, mau tak mau batang penisku yang masih dalam balutan jubah mandi ini, ikut mengacung tinggi. Dan seolah sadar akan apa yang dialami oleh suaminya, tiba-tiba istriku menaikkan ujung-ujung bibirnya. Ia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, seolah meminta ijin kepadaku agar dapat menikmati batang penis keponakannya itu. Dan seperti anak kecil yang terlena ketika melihat film kegemarannya, aku seperti terhipnotis olehnya. Aku anggukkan kepalaku dan membiarkan istriku mulai merasakan kenikmatan bercinta dengan orang lain.
Kembali, setelah melihat respon positif dariku, ia menegakkannya batang penis panjang keponakannya itu tepat ke arah lubang vaginanya, dan perlahan-lahan, istriku mulai jongkok dan menurunkan pinggulnya. CLEEPP
“Ooouuuuggghhh….” desis istriku ketika kepala penis Romy mulai membelah dan memasuki liang senggama miliknya.
“Tante Di… memek tante sempit bangeeet….”
“Bukan sempit Rom… kamu yang terlalu besar…” racau istriku sambil terus menjatuhkan seluruh tubuhnya pada batang penis Romy yang mengacung tegak.
Sepertinya istriku sudah terlalu horny, karena aku benar-benar hafal jika ia ingin bercinta dengan posisi woman on top, itu tandanya ia sudah tak mampu lagi menahan hasratnya untuk segera mendapatkan orgasmenya. Sekilas, dari apa yang dilakukan istriku, aku merasa dia mengalami kesulitan ketika mencoba memaksakan penis besar keponakannya itu untuk bisa masuk ke dalam vagina mungilnya. Karena batang penis romy yang berukuran ekstra itu terlihat membengkok setiap kali vagina istriku mencoba menekan masuk danmelahapnya. Dan setelah istriku beberapa kali mencoba menaik-turunkan pinggulnya, gerakan persenggamaan mereka mulai lancar.
“Ooouuugggghhh….” Desahan demi desahan mulai memenuhi kamar tidur kami. “SSsshhh…..”
“CPAK… CPAK… CPAK… “ Suara tumbukan daging pantat dan paha juga mulai berisik mengisi heningnya malam.
Istriku dan keponakannya pasti sudah tenggelam dalam kenikmatan perzinahannya yang menggebu-gebu. Istriku dan keponakannya seolah merasa, jika malam itu adalah malam terakhir untuk dapat melakukan percintaan mereka. Istriku dan keponakannya seolah lupa, jika di dalam kamar itu masih ada aku yang mengawasi semua gerak-gerik mereka. Romy yang dalam posisi telentang, dengan leluasa menggapai payudara besar istriku yang berlompatan kesana kemari setiap kali pinggulnya naik turun. Selangkangan istrikupun terlihat begitu mengkilat akibat lendir birahinya yang banyak membanjir.
“Tante keluar Rom… tante pengen keluar….” Teriak istriku yang tiba-tiba membenamkan kuku-kuku panjangnya pada dada Romy dengan brutal.
“Ooouuuuggghhhttt…. Aku keeluuuuaaaarrrrr….”Teriak istriku sambil terus membanting-bantingkan pantat bulatnya ke paha keponakannya. Mata istriku merem melek merasakan sensasi gelombang orgasmenya. Tubuh istriku meliuk-liuk dan melengkung bak busur panah yang siap untuk ditembakkan.
“Ia pasti sedang merasakan kenikmatan amat sangat…” batinku dalam hati sambil tak henti-hentinya mengusap batang penisku yang sudah amat ngilu dari luar jubah mandiku.
Nafas istriku terlihat begitu terengah-engah dan kemudian ambruk menimpa tubuh kurus keponakannya.
“Sekarang giliranmu keluar Rom…” ujar istriku.
“Oke…” Tak perlu mengulang permintaan istriku, Romy segera membalik tubuh istriku yang masih tergolek lemas diatas tubuhnya ke samping. “Sekarang giliran Tante yang harus memuaskan Romy…”
Dengan terburu-buru, Romy meletakkan kedua kaki istriku ke pundaknya dan mulai menghujamkan penis raksasanya ke vagina tantenya itu.
“Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Ouuugghhh…. Pelan-pelan Rom… Ngiluuu…” erang istriku yang tanpa persiapan sedikitpun langsung menerima tusukan tajam di vaginanya.
Masih dalam kondisi lemas, istriku hanya pasrah dan hanya membiarkan remaja 15 tahun ini menganiaya tubuhnya. Tubuh ramping istriku terlihat terombang-ambing setiap kali keponakannya itu menghujamkan batang penis panjangnya dengan keras. Payudara bulat istriku pun tak luput dari cengkeraman dan remasan brutalnya. Aku yang melihat aksi brutal keponakan istriku, mendadak merasa begitu emosi. Aku marah dan seolah ingin menghajar keponakannya itu dari belakang. Namun entah kenapa, ketika aku melihat wajah istriku, ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk tetap membiarkan dirinya disiksa sedemikian rupa oleh keponakannya. Melihatnya merasa pasrah dan menerima perlakuan kasar keponakannya aku menjadi tak tega untuk merusak orgasme yang sedang mereka bangun.
“Makasih mas….” Bisiknya lirih sambil tersenyum dan menatap sayu kearahku.
“Aku sudah nggak tahan lagi… aku sudah tak mampu lagi menahan birahi ini…” ucapku dalam hati sambil mengeluarkan batang penisku dari jubah mandiku.
Dan dengan tak kalah brutalnya, aku kocok daging kecil yang tumbuh di selangkanganku cepat-cepat.
Setelah beberapa lama, mereka berganti posisi bercinta. Sekarang, Romy menurunkan kaki kiri istriku dan tetap membiarkan kaki kanan istriku di pundaknya. Kali ini, ia memompa batang penisnya jauh lebih keras daripada sebelumnya. Dan saking kerasnya, aku merasa jika tempat tidur yang sedang mereka gunakan, akan roboh. Setiap kali tusukan tajam yang diterima vagina istriku dari batang panjang keponakannya, ia berteriak. Keponakannya pun berteriak. Mereka berteriak-teriak kesetanan, hingga pada akhirnya aku melihat tubuh kurus Romy mulai bergetar.
“Aku keluar Tante… Aku keluar…” teriak Romy histeris
“Tante juga mau keluar Rom…” balas istriku.
Akupun yang masih dalam naungan kegelapan dari sudut kamarpun seolah tak mau kalah cepat untuk ikut merasakan kenikmatan dalam pendakian orgasme yang mereka lakukan. Melihat mereka yang ingin mencapai puncak kenikmatan, akupun tak mampu menahan gairahku lagi. Aku kocok batang penis kecilku sekuat tenaga. Dan dalam hitungan detik,
“Ooouuugggghhh…..Ssssshhh…..” Aku klimaks dalam kocokan jemari tanganku sendiri.
4 gumpalan lendir berwarna putih keruh muncrat dari mulut penisku. Meloncat tinggi, dan mendarat di kaki kiri istriku yang menjuntai ke arahku.
“Oooouuuuuggggghhhhttttt…….. Tanteeeeee…. Akuu keluuuaaaarrrrrr” teriak Romy sambil menghujamkan penis panjangnya dalam-dalam ke vagina istriku.
“SSShhhhhh…. Ooohhh my Gooooooodd…. Romy… Tante jugaaaa…..” sahut istriku histeris.
Mendadak, suasana kamar menjadi begitu hening. Hanya terdengar suara acara TV dan hembusan deru nafas kami bertiga. Kami bertiga, mencapai puncak kenikmatan bersama-sama. Tak beberapa lama, Romy yang masih dalam posisi menindih istriku menggerakkan pinggulnya lagi. Ia merasa begitu puas. Puas untuk menikmati kemontokan tubuh istriku. Puas untuk menikmati vagina legit istriku. Dan puas untuk memuntahkan seluruh lahar kenikmatannya dalam celah kenikmatan istriku. Setelah selesai menggagahi istriku, Romy langsung mencabut batang panjangnya dan menyodorkan batang itu ke mulut istriku.
“Tolong bersihin kontolku ya tante Dianku….hehehe…” pinta kekeponakan kurang ajar itu sambil menepuk-tepukkan daging berurat itu pada mulut dan pipi istriku.
“HAP…” caplok Dian dengan bersemangat.
Seumur pernikahan kami, tak sekalipun istriku mau untuk membersihkan penisku setelah kami selesai bercinta. Akan tetapi, dengan kekeponakannya ini, tanpa diminta dua kali, Dian bersedia membersihkan batang panjang miliknya itu. Dan setelah batang penis itu bersih, kembali Dian menjilat-jilat dan menawarkan ronde kedua kepada Romy.
“Romy capek tante… kita udah ngewe lebih dari sejam… “ tolak Romy yang kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil memainkan payudara besar istriku.
“Ayolah Rom… sekali lagi…” pinta istriku sambil mempercepat jilatan dan kuluman lidahnya pada penis remaja ini. Berharap penis lemas itu bisa menegang lagi dengan cepat.
“Romy pengen sih tante… Tapi Romy masih ngilu…” tolak Romy “Lagian Romy khawatir om Rudi bisa terbangun kalo kita ngewe disini lagi…” tambahnya lagi sambil melirik ke arahku.
Mereka berdua lalu melihat ke tempat dimana aku tertidur dalam posisi duduk di sofa kamar.
“Kalo besok pagi gimana? Ketika mas Rudi pergi sarapan?” usul istriku.
“Hmmm… boleh deh Tante… Asal tante kasih kodenya aja…”
“Nah… Gitu donk Rom… Tante makin sayang deh ama kamu…”
“Romy juga Tante… makin sayang ama tante…”
“Muuuaahhh…. Muuuaahhh…. Muuuaahhh….” Kecup terakhir istriku dengan gemas pada batang panjang kekeponakannya sebelum ia beranjak ke kamar mandi.
Romy yang seolah masih belum sadar akan keberuntungannya, hanya masih terdiam dalam posisi berdirinya. Tak pernah disangka dalam seumur hidupnya, ia bisa meniduri tante kesayangannya di usia sedini ini. Sambil menatap istriku yang sedang membersihkan diri di toilet kamar, Romy mulai mengenakan pakaiannya satu persatu.
“Tante… aku balik dulu ke kamar ya… Khawatir dicariin mami….” Pamit Romy begitu selesai mengenakan seluruh pakaiannya.
“Iya sayang…” balas istriku sambil memeluk tubuh kekeponakannya itu. “Satu kecupan lagi donk…” tambah istriku lagi.
Mendengar permintaan istriku barusan, langsung saja Romy memonyongkan bibirnya.
“Yeee… siapa coba yang pengen ngecup kamu disitu…” ucap istriku yang masih dalam keadaan telanjang bulat. Ia buru-buru jongkok di depan selangkangan remaja 15 tahun itu dan memelorotkan celana kolornya sampai sebatas paha, kemudian ia mengulum batang penis kekeponakannya dengan gemas.
“Ssssshh…. Dasar tante binal… ga ada puas-puasnya” canda Romy.
“Binal tapi suka khaaaannnn…?” balas istriku.
“Udah ah… Ntar Romy nggak balik-balik nih ceritanya…” kata kekeponakanku sambil mengangkat tubuh istriku yang masih jongkok dan memeluknya.
“Makasih ya Tante Di….” Kata Romy sambil mengecup kening istriku.
“Makasih ya Om Rudi…” tambahnya lagi sambil menengok dan tersenyum ke arahku.
“Makasih ya mas, sudah ngebolehin adek datang ke acara pernikahan Ratu dan Putra di sini… “
“Makasi ya mas sudah ngebiarin Romy numpahin rasa cintanya kepadaku…”
“Makasih ya mas, sudah ngijinin Romy menikmati tubuh istrimu ini… “
“Dan yang terakhir, makasih ya mas, sudah ikut menikmati persetubuhan kami barusan….” Ucap Dian, istriku, sambil mengecupkan bibir tipisnya yang masih berlumuran sperma Romy ke keningku.
“Kamu memang suami adek yang paling adek sayang…”