Bi Edoh sdh cukup lama menjadi pembantu di rumah Tuan Sartono. Ini merupakan thn ketiga ia bekerja di sana. Bi Edoh merasa kerasan krn keluarga Tuan Sartono cukup baik memperlakukannya bahkan memberikan lebih dr apa yang diharapkan oleh seorang pembantu.
Bi Edoh sadar akan hal ini, terutama akan kebaikan Tuan Sartono, yang dianggapnya terlalu berlebihan. Namun ia tak begitu memikirkannya. Sepanjang hidupnya terjamin, iapun dapat menabung kelebihannya untuk jaminan hari tua. Perkara kelakuan Tuan Sartono yang selalu minta dilayani jika kebetulan istrinya tak ada di rumah, itu adalah perkara lain. Ia tak memperdulikannya bahkan ikut menikmati pula.
Walaupun orang kampung, Bi Edoh tergolong wanita yang menarik. Usianya tidak terlalu tua, sekitar 30 thnan. Penampilannya tidak seperti perempuan desa. Ia pandai merawat tubuhnya sehingga nampak masih sintal dan menggairahkan. Bahkan Tuan Sartono sangat tergila-gila melihat kedua payudaranya yang montok dan kenyal.
Kulitnya agak gelap namun terawat bersih dan halus. Soal wajah meski tidak tergolong cantik namun memiliki daya tarik tersendiri. Sensual! Begitu kata Tuan Sartono saat pertama kali mereka bercinta di belakang dapur suatu ketika. Dlm usianya yang tidak tergolong muda ini, Bi Edoh janda yang sdh lama ditinggal suami masih memiliki gairah yang tinggi krn ternyata selain berselingkuh dgn majikannya, ia pernah bercinta pula dgn Kang Muslih, Satpam penjaga rumah.
Perselingkuhan nya dgn Kang Muslih berawal ketika ia lama ditinggalkan oleh Tuan Sartono yang sedang pergi ke luar negeri selama sebulan penuh. Selama itu pula Bi Edoh merasa kesepian, tak ada lelaki yang mengisi kekosongannya. Apalg di saat itu udara malam terasa begitu menusuk tulang. Tak tahan oleh gairahnya yang meletup-letup, ia nekat menggoda Satpam itu untuk diajak ke atas ranjangnya di kamar belakang.
Malam itu, Bi Edoh kembali tak bsa tidur. Ia gelisah tak menentu. Bergulingan di atas ranjang. Tubuhnya menggigil saking tak tahannya menahan gelora gairah seksnya yang menggebu-gebu. Malam ini ia tak mungkin menantikan kehadiran Tuan Sartono dlm pelukannya krn istrinya ada di rumah. Perasaannya semakin gundah kala membayangkan saat itu Tuan Sartono tengah menggauli istrinya. Ia bayangkan istrinya itu pasti akan tersengal-sengal menghadapi gempuran Tuan Sartono yang memiliki ’senjata’ dahsyat. Bayangan batang Batang Rudal Tuan Sartono yang besar dan panjang itu serta keperkasaannya semakin membuat Bi Edoh nelangsa menahan nafsu syahwatnya sendiri.
Sebenarnya terpikir untuk memanggil Kang Muslih untuk menggantikannya namun ia tak berani selama majikannya ada di rumah. Kalau ketahuan hancur sdh akibatnya nasib mereka nantinya. Akhirnya Bi Edoh hanya bsa mengeluh sendiri di ranjang sampai tak terasa gairahnya terbawa tidur. Dlm mimpinya Bi Edoh merasakan gerayangan lembut ke sekujur tubuhnya. Ia menggeliat penuh kenikmatan atas sentuhan jemari kekar milik Tuan Sartono. Menggerayang melucuti kancing baju tidurnya hingga terbuka lebar, mempertontonkan kedua buah dadanya yang mengkal pdt berisi. Tanpa sadar Bi Edoh mengigau sambil membusungkan dadanya.
“Remas. . uugghh. . isep putingnya. . aduuhh enaknya. . ”Kedua tangan Bi Edoh memegang kepala itu dan membenamkannya ke dadanya. Tubuhnya menggeliat mengikuti jilatan di kedua putingnya. Bi Edoh terengah-engah saking menikmati sedotan dan remasan di kedua payudaranya, sampai-sampai ia terbangun dr mimpinya. Perlahan ia membuka kedua matanya sambil merasakan mimpinya masih terasa meski sdh terbangun. Setelah matanya terbuka, ia baru sadar bahwa ternyata ia tidak sedang mimpi. Ia menengok ke bawah dan ternyata ada seseorang tengah menggumuli bukit kembarnya dgn penuh nafsu .
Ia mengira Tuan Sartono yang sedang mencumbuinya. Dlm hati ia bersorak kegirangan sekaligus heran atas keberanian majikannya ini meski sang istri ada di rumah. Apa tidak takut kethan. Tiba-tiba ia sendiri yang merasa ketakutan. Bagaimana kalau istrinya datang? Bi Edoh langsung bangkit dan mendorong tubuh yang menindihnya dan hendak mengingatkan Tuan Sartono akan situasi yang tidak memungkinkan ini.
Namun blm sempat ucapan keluar, ia melihat ternyata orang itu bukan Tuan Sartono?! Yang lebih mengejutkannya lg ternyata orang itu tidak lain adalah Sartono, putra tunggal majikannya yang masih berumur 15 thnan!? “Den Sartono?!” pekiknya sambil menahan suaranya. “Den ngapain di kamar Bibi?” tanyanya lg kebingungan melihat wajah Sartono yang merah pdm. Mungkin krn birahi bercampur malu kethan kelakuan nakalnya. “Bi. . ngghh. . anu. . ma-maafin Sartono. . ” katanya dgn suara memelas. Kepalanya tertunduk tak berani menatap wajah Bi Edoh. “Tapi. . barusan nga. . ngapain?” tanyanya lg krn tak pernah menyangka anak majikannya berani berbuat seperti itu pdnya.
“Sartono. . ngghh. . tadinya mau minta tolong Bibi bikinin minuman. . ” katanya menjelaskan. “Tapi waktu liat Bibi lg tidur sambil menggeliat-geliat. . ngghh. . Sartono nggak tahan. . ” katanya kemudian. “Oohh. . Den Sartono. . itu nggak boleh. Nanti kalau kethan Papa Mama gimana?” Tanya Bi Edoh. “Sartono th itu salah. . tapi. . ngghh. . ” jawab Sartono ragu-ragu. “Tapi kenapa?” Tanya Bi Edoh penasaran“Sartono pengen kayak Kang Muslih. . ” jawabnya kemudian. Kepala Bi Edoh bagaikan disamber geledek mendengar ucapan Sartono. Berarti dia th perbuatannya dgn Satpam itu, kata hatinya panik.
Wah bagaimana ini?“Kenapa Den Sartono pengen itu?” tanyanya kemudian dgn lembut. “Sartono sering ngebayangin Bibi. . juga. . ngghh. . anu. . ”“Anu apa?” desak Bi Edoh makin penasaran. “Sartono suka ngintip. . Bibi lg mandi, ” akunya sambil melirik ke arah pakaian tidur Bi Edoh yang sdh terbuka lebar. Sartono melenguh panjang menyaksikan bukit kembar montok yang menggantung tegak di dada pengasuhnya itu. Bi Edoh dgn refleks merapikan bajunya untuk menutupi dadanya yang telanjang. Kurang ajar mata anak bau kencur ini, gerutu Bi Edoh dlm hati.
Nggak jauh beda dgn Bapaknya. “Boleh khan Bi?” kata Sartono kemudian. “Boleh apa?” sentak Bi Edoh mulai sewot. “Boleh itu. . ngghh. . anu. . kayak tadi. . ” pinta Sartono tanpa rasa bersalah seraya mendekati kembali Bi Edoh. “Den Sartono jgn kurang ajar begitu sama perempuan. . , ” katanya seraya mundur menjauhi anak itu. “Nggak boleh!”“Kok Kang Muslih boleh? Nanti Sartono bilangin lho. . ” kata Sartono mengancam. “Eh jgn! Nggak boleh bilang ke siapa-siapa. . ” kata Bi Edoh panik. “Kalau gitu boleh dong Sartono?”
Kurang ajar bener anak ini, berani-beraninya mengancam, makinya dlm hati. Tapi bagaimana kalau ia bilang-bilang sama orang lain. Oh Jgn. Jgn sampai! Bi Edoh berpikir keras bagaimana caranya agar anak ini dapat dikuasai agar tak cerita kepd yang lain. Bi Edoh lalu tersenyum kepd Sartono seraya meraih tangannya. “Den Sartono mau pegang ini?” katanya kemudian sambil menaruh tangan Sartono ke atas buah dadanya.
“Iya. . ii-iiya. . , ” katanya sambil menyeringai gembira. Sartono meremas kedua bukit kembar milik Bi Edoh dgn bebas dan sepuas-puasnya. “Gimana Den. . enak nggak?” Tanya Bi Edoh sambil melirik wajah anak itu. “Tampan juga anak ini, walau masih ingusan tapi ia tetap seorang lelaki juga”, pikir Bi Edoh. Bukankah tadi ia merindukan kehadiran seorang lelaki untuk memuaskan rasa dahaga yang demikian menggelegak? Mungkin saja anak ini tidak sesuai dgn apa yang diharapkan, tetapi dr pd tidak sama sekali?
Setelah berpikiran seperti itu, Bi Edoh menjadi penasaran. Ingin th bagaimana rasanya bercinta dgn anak di bawah umur. Tentunya masih polos, lugu dan perlu diajarkan. Mengingat ini hal Bi Edoh jadi terangsang. Keinginannya untuk bercinta semakin menggebu-gebu. Kalau saja lelaki ini adalah Tuan Sartono, tentunya sdh ia terkam sejak tadi dan menggumuli batang Batang Rudalnya untuk memuaskan nafsunya yang sdh ke ubun-ubun. Tapi tunggu dulu. Ia masih anak-anak. Jgn sampai ia kaget dan malah akan membuatnya ketakutan.
Lalu ia biarkan Sartono meremas-remas buah dadanya sesuka hati. Dadanya sengaja dibusungkan agar anak ini dapat melihat dgn jelas keindahan buah dadanya yang paling dibanggakan. Sartono mencoba memilin-milin putingnya sambil melirik ke wajah Bi Edoh yang nampak meringis seperti menahan sesuatu. “Sakit Bi?” tanyanya. “Nggak Den. Terus aja. Jgn berhenti. Ya begitu. . terus sambil diremas. . uugghh. . ”Sartono mengikuti semua perintah Bi Edoh.
Ia menikmati sekali remasannya. Begitu kenyal, montok dan oohh asyik sekali! Pikir Sartono dlm hati. Entah kenapa tiba-tiba ia ingin mencium buah dada itu dan mengemot putingnya seperti ketika ia masih bayi. Bi Edoh terperanjat akan perubahan ini sekaligus senang krn meski sedotan itu tidak semahir lelaki dewasa tapi cukup membuatnya terangsang hebat. Apalg tangan Sartono satunya lg sdh mulai berani mengelus-elus pahanya dan merambat naik di balik baju tidurnya.
Perasaan Bi Edoh seraya melayang dgn cumbuan ini. Ia sdh tak sabar menunggu gerayangan tangan Sartono di balik roknya segera sampai ke pangkal pahanya. Tapi nampaknya tidak sampai-sampai. Akhirnya Bi Edoh mendorong tangan itu menyusup lebih dlm dan langsung menyentuh daerah paling sensitive. Bi Edoh memang tak pernah memakai pakaian dlm kalau sedang tidur. “Tidak bebas”, katanya. Sartono terperanjat begitu jemarinya menyentuh daerah yang terasa begitu hangat dan lembab. Hampir saja ia menarik lg tangannya kalau tidak ditahan oleh Bi Edoh. “Nggak apa-apa. . pegang aja. . pelan-pelan. . ya. . terus. . begitu. . ya. . teruusshh. . uggh Den enaak!”
Sartono semangat mendengar erangan Bi Edoh yang begitu merangsang. Sambil terus mengemot puting susunya, jemarinya mulai berani mempermainkan bibir kemaluan Bi Edoh. Terasa hangat dan sedikit basah. Dicoba-cobanya menusuk celah di antara bibir itu. Terdengar Bi Edoh melenguh. Sartono meneruskan tusukannya. Cairan yang mulai rembes di daerah itu membuat jari Sartono mudah melesak ke dlm dan terus semakin dlm. “Akhh. . Den masukin terusshh. . ya begitu. Oohh Den Sartono pinter!” desah Bi Edoh mulai meracau ucapannya saking hebatnya rangsangan ke sekujur tubuhnya. Sambil terus menyuruh Sartono berbuat ini dan itu. Tangan Bi Edoh mulai menggerayang ke tubuh Sartono.
Pertama-tama ia lucuti pakaian atasnya kemudian melepaskan ikat pinggangnnya dan langsung merogoh ke balik celana dlm anak itu. “Mmmpphh. . ”, desah Bi Edoh begitu merasakan batang Batang Rudal anak itu sdh keras seperti baja. Ia melirik ke bawah dan melihat batang Sartono mengacung tegang sekali. Boleh juga anak ini. Meski tidak sebesar bapaknya, tapi cukup besar untuk ukuran anak seumurnya. Tangan Bi Edoh mengocok perlahan batang itu. Sartono melenguh keenakan. “Oouhhgghh. . Bii. . uueeanaakkhh! ” pekik Sartono perlahan. Bi Edoh tersenyum senang melihatnya. Anak ini semakin menggemaskan saja.
Kepolosan dan keluGuennya membuat Bi Edoh semakin terangsang dan tak tahan menghadapi emotan bibirnya di puting susunya dan gerakan jemarinya di dlm liang mem*knya. Rasanya ia tak kuat menahan desakan hebat dr dlm dirinya. Tubuhnya bergetar. . lalu. . , Bi Edoh merasakan semburan hangat dr dlm dirinya berkali-kali. Ia sdh orgasme. Heran juga. Tak seperti biasanya ia secepat itu mencapai puncak kenikmatan. Entah kenapa. Mungkin krn dr tadi ia sdh terlanjur bernafsu ditambah pengalaman baru dgn anak di bawah umur, telah membuatnya cepat orgasme.
Sartono terperangah menyaksikan ekspresi wajah Bi Edoh yang nampak begitu menikmatinya. Guncangan tubuhnya membuat Sartono menghentikan gerakannya. Ia terpesona melihatnya. Ia takut malah membuat Bi Edoh kesakitan. “Bi? Bibi kenapa? Nggak apa-apa khan?” tanyanya demikian polos. “Nggak sayang. . Bibi justru sedang menikmati perbuatan Den Sartono, ” demikian kata Bi Edoh seraya menciumi wajah tampan anak itu. Dgn penuh nafsu, bibir Sartono dikulum, dijilati sementara kedua tangannya menggerayang ke sekujur tubuh anak muda ini.
Sartono senang melihat kegarangan Bi Edoh. Ia balas menyerang dgn meremas-remas kedua payudara pengasuhnya ini, lalu mempermainkan putingnya. “Aduh Den. . enak sekali. Den Sartono pinter. . uugghh!” erang Bi Edoh kenikmatan. Bi Edoh benar-benar menyukai anak ini. Ia ingin memberikan yang terbaik buat majikan mudanya ini. Ingin memberikan kenikmatan yang tak akan pernah ia lupakan. Ia yakin Sartono masih perjaka tulen.
Bi Edoh semakin terangsang membayangkan nikmatnya semburan cairan mani perjaka. Lalu ia mendorong tubuh Sartono hingga telentang lurus di ranjang dan mulai menciuminya dr atas hingga bawah. Lidahnya menyapu-nyapu di sekitar kemaluan Sartono. Melumat batang yang sdh tegak bagai besi tiang pancang dan megulumnya dgn penuh nafsu. Tubuh Sartono berguncang keras merasakan nikmatnya cumbuan yang begitu lihai.
Apalagi saat lidah Bi Edoh mempermainkan biji pelernya, kemudian melata-lata ke sekujur batang kemaluannya. Sartono merasakan bagian bawah perutnya berkedut-kedut akibat jilatan itu. Bahkan saking enaknya, Sartono merasa tak sanggup lg menahan desakan yang akan menyembur dr ujung moncong kemaluannya. Bi Edoh rupanya merasakan hal itu. Ia tak menginginkannya. Dgn cepat ia melepaskan kulumannya dan langsung memencet pangkal batang kemaluan Sartono sehingga tidak langsung menyembur.
“Akh Bi. . kenapa?” Tanya Sartono bingung krn barusan ia merasakan air maninya akan muncrat tapi tiba-tiba tidak jadi. “Nggak apa-apa. Tenang saja, Den. Biar tambah enak, ” jawabnya seraya naik ke atas tubuh Sartono. Dgn posisi jongkok dan kedua kaki mengangkang, Bi Edoh mengarahkan batang Batang Rudal Sartono persis ke arah liang memeknya. Perlahan-lahan tubuh Bi Edoh turun sambil memegang Batang Rudal Sartono yang sdh mulai masuk. “Uugghh. . enak nggak Den?”“Aduuhh. . Bi Edoh. . sedaapphh. . ! ” pekiknya.
Sartono merasakan batang Batang Rudalnya seperti disedot liang memek Bi Edoh. Terasa sekali kedutan-kedutannya. Ia lalu menggerakan pantatnya naik turun. Kontolnya bergerak cepat keluar masuk liang nikmat itu. Bi Edoh tak mau kalah. Pantatnya bergoyang ke kanan-kiri mengimbangi tusukan Batang Rudal Sartono. “Auugghh Deenn. . uueennaakk! ” jerit Bi Edoh seperti kesetanan. “Terus Den, jgn berhenti. Ya tusuk ke situ. . auughgg. . aakkhh. . ”Sartono mempercepat gerakannya krn mulai merasakan air maninya akan muncrat.
“Bi. . saya mau keluaarr. . ” Jeritnya. “Iya Den. . ayo. . keluarin aja. Bibi juga mau keluar. . ya terusshh. . oohh teruss. . ” katanya tersengal-sengal. Sartono mencoba bertahan sekuat tenaga dan terus menggenjot liang mem*k Bi Edoh dgn tusukan bertubi-tubi sampai akhirnya kewalahan menghadapi goyangan pinggul wanita berpengalaman ini. Badannya sampai terangkat ke atas dan sambil memeluk tubuh Bi Edoh erat-erat, Sartono menyemburkan cairan kentalnya berkali-kali. “Crot. . croott. . crott!”“Aaakkhh. . ” Bi Edoh juga mengalami orgasme.
Sekujur tubuhnya bergetar hebat dlm pelukan erat Sartono. “Ooohh. . Deenn. . hebat sekali. . ”Kedua insan yang tengah lupa daratan ini bergulingan di atas ranjang merasakan sisa-sisa akhir dr kenikmatan ini. Nafas mereka tersengal-sengal. Peluh membasahi seluruh tubuh mereka meski udara malam di luar cukup dingin. Nampak senyum Bi Edoh mengembang di bibirnya. Penuh dgn kepuasan. Ia melirik genit kepd Sartono. “Gimana Den. Enak khan?”“Iya Bi, enak sekali, ” jawab Sartono seraya memeluk Bi Edoh.
Tangannya mencolek nakal ke buah dada Bi Edoh yang menggelantung persis di depan mukanya. “Ih Aden nakal, ” katanya semakin genit. Tangan Bi Edoh kembali merayap ke arah batang Batang Rudal Sartono yang sdh lemas. Mengelus-elus perlahan hingga batang itu mulai memperlihatkan kembali kehidupannya.
“Bibi isep lg ya Den?”Sartono hanya bsa mengangguk dan kembali merasakan hangatnya mulut Bi Edoh ketika mengulum Batang Rudalnya. Mereka kembali bercumbu tanpa mengenal waktu dan baru berhenti ketika terdengar kokok ayam bersahutan. Sartono meninggalkan kamar Bi Edoh dgn tubuh lunglai. Habis sdh tenaganya krn bercinta semalaman.
Tapi nampak wajahnya berseri-seri krn malam itu ia sdh merasakan pengalaman yang luar biasa.