Di Bawah Bimbingan Mama: Kenikmatan yang Menemani Setiap Langkahku

Hari ini entah mengapa aku merasa suntuk banget. Di rumah sendirian, ga ada yang menemani. Mama lagi pergi arisan, Mbak Ani kuliah, Bik Suti lagi pergi ke pasar. Bener-bener deh aku kesepian di rumah.
“Daripada BT sendiri, mending nonton B* aja di kamar,” pikirku.

TV mulai kunyalakan, adegan-adegan panas nampak di layar. Mendengar d*sahan-d*sahan artis B* yang cantik dan bahenol tersebut membuat aku ter*ngasang. Dengan lincahnya tanganku melucuti celana beserta C*-ku sendiri. Bur*ngku yang sedari tadi tegak mengacung kuk*c*k perlahan.

Film yang kutonton itu cukup panas, sehingga aku menjadi semakin berg*irah. Kutanggalkan pakaian yang masih melekat, akhirnya tubuhku tanpa ada penutup sekalipun. K*c*kan tanganku semakin cepat seiring dengan makin panasnya adegan yang kutonton.

Kurasakan ada getaran dalam p*nisku yang ingin meyeruak keluar. Aku mau org*sme. Tiba-tiba..
“Anton.. apa yang kamu lakukan!!” teriak sebuah suara yang aku kenal.
“Mama..?!”

Aku kaget setengah mati. Aku bingung sekali saat itu. Tanpa sadar kudekati Mamaku yang cantik itu. Tiba-tiba saja aku mendekap tubuh Mamaku yang bahenol itu. Kuc*um dan kul*mat bib*r tipisnya yang s*ksi. Mama mencoba untuk berontak.

“Anton.. ingat, Ton. Aku ini Mamamu?!” teriak Mama mengingatkanku.
Aku tak lagi peduli. Salah Mama sendiri sih. Orang mau org*sme kok diganggu. Dengan buasnya aku j*lat telinga dan tengkuknya, kedua pay*daranya kuremas-remas sampai Mama menjerit kesakitan.

10 menit aku melakukan hal itu, kurasakan tidak ada lagi perlawanan dari Mama. Nampaknya Mama mulai ter*ngs*ng juga. Diraihnya p*nisku yang menggelantung, tangan mungilnya mulai meng*c*k p*nisku yang kubanggakan. Dengan perlahan kubuka baju Mama. Satu demi satu kancingnya kulepaskan, dan perlahan mempertontonkan keindahan tubuh di balik kain itu.

Setelah berhasil membuka baju dan B*-nya, kuturunkan c*umanku menuju ke pay*dara Mama yang padat berisi. Kuc*um dan kul*mat put*ngnya yang berwarna kecoklatan itu. Terkadang kugigit dan kupuntir put*ngnya, membuat g*irah Mamaku semakin berkobar.

“Uuhh..aahh..Terus, Ton. Ya..terus..Oohh..” er*ng Mamaku demi menahan nikmat yang dirasa.
“Ma..capek nih berdiri. Pindah ke kasur aja yah..” pintaku.
“Ya deh..” suara Mama bergetar menahan gariah yang tertunda.

Kugendong tubuh Mama yang setengah tel*nj*ng itu menuju ke kasurku sambil tetap kuc*umi kedua pay*daranya. Kurebahkan tubuh mungilnya, dan segera kutindih tubuh Mamaku itu. Kuremas pay*dara sebelah kanan, sedangkan mulutku ini meng*lum dan menc*cup yang kiri.

Dengan bantuan Mama, kubuka rok mini Mamaku. C*umanku turun ke pusarnya. Usapan l*dahku diperutnya membuat tubuh Mamaku semakin bergelinjang tak karuan. Setelah kurasa cukup bermain l*dah di perutnya, kugigit C* Mama, dan dengan gigiku kutarik C*-nya.

Dengan susah payah akhirnya berhasil juga aku membukanya dengan cara tersebut. Terdiam ku sejenak, demi melihat keindahan v*gina Mama yang terpampang jelas di depanku.
“Ton, kok malah melamun sih? Kenapa?”

“Ah..enggak, Ma. Anton kagum aja ama v*gina Mama. Indah, Ma.”
“Ah..kamu bisa aja. Jangan cuma dipandangi aja dong.”
Vagina Mama sangat indah menurutku. Disana terdapat rambut yang lebat, dan bentuknya sungguh sangat mengg*irahlan.

Kudekatkan wajahku keselangk*ng*n Mama. Terc*um bau khas seorang yang wanita yang dapat membangkitkan g*irah lelaki. Kusapukan l*dahku di garis vertikal itu. Tubuh Mama membusur menerima usapan l*dahku di sana. Kutarik klit*risnya, kugigit kecil, kuk*lum dan terkadang kutarik-tarik.

Nampak dari wajahnya, Mamaku menikmati permainanku di daerah kem*luannya. Kumasukkan ketiga jariku sekaligus, kubiarkan sejenak, kurasakan lembab di sana. Dengan perlahan kumaju-mundurkan jemariku. Perlahan tapi pasti. Tanganku yang satunyapun tak tinggal diam.

Kutarik klit*risnya, kupuntir dan kupilin, membuat tubuh Mama semakin bergoyang tak karuan. Akupun semakin berg*irah melihat tubuh Mamaku seperti itu. Semakin cepat aku meng*c*k v*gina Mamaku, bahkan aku mencoba untuk memasukkan kelima jariku sekaligus.

Tak lama kemudian kurasakan jepitan v*gina Mama semakian kuat, kupercepat k*c*kanku. Mata Mama membeliak ke atas dan digigit bib*r bawahnya yang s*ksi itu, kemudian.
“Ah..Mama mau sampai, Ton. Ah..ah..”

Dan akhirnya, Seerrr.. cairan kew*nitaan Mama membasahi jemariku. Kucopot jemariku dari l*ang kew*nitaan Mama, kuturunkan wajahku dan kuj*lat habis air itu sampai tak tersisa.
“Ton, kamu hebat juga yah. Hanya dengan jemarimu saja Mama sudah bisa org*sme seperti tadi..” kata Mamaku terengah-engah.

Kami terdiam sejenak untuk memulihkan tenaga. Mamaku bersandar dibahuku dengan tersenyum puas. Jemari lentik Mama bermain-main manja mengelus dan mengusap p*nisku yang masih saja tegak mengac*ng.
“Ton, punya kamu gede juga ya. Punya Papamu dulu aja nggak sampai segede ini.”

“Ah, Mama. Anton kan malu.”
“Ngapain juga kamu malu, toh memang benarkan.”
Jemari lentik Mama masih saja memainkan p*nisku dengan manja. Seperti mendapat mainan baru, tangan Mama tak mau lepas dari situ.

“Ma, kok didiemin aja. Dik*c*k dong, Ma, biar enak.”
“Ton, Ton..kamu keburu n*fsu aja.”
Perlahan Mama pindah ke selangk*ng*nku. Digenggamnya p*nisku dengan kedua tangannya, dij*latnya kepala p*nisku dengan l*dahnya.

Bergetar seluruh tubuhku menerima r*ngs*ng dari mulut Mamaku. Dij*latnya selutuh b*tang kem*luanku, mulai dari pangkal sampai ujung. Tak ada bagian yang terlewat dari sapuan l*dah Mama. Dik*c*knya p*nisku didalam mulut Mama, tapi tak semuanya dapat masuk.

Mungkin hanya saja yang dapat masuk ke mulut Mama. Kurasakan dinding tenggorokan Mama menyentuh kepala p*nisku. Sungguh sensasi sangat luar biasa menjalar ke seluruh tubuhku. Cukup lama juga Mama meng*lum p*nisku. Kurasakan b*tang p*nisku mulai membesar dan makin mengeras.

Dari dalam kurasakan ada sesuatu yang memaksa untuk keluar. Merasa aku akan keluar, Mama semakin cepat meng*c*k b*tang kem*luanku.
“Ma.. ah.. aohh.. Ma, Anton mo keluar, Ma.”
Akhirnya..Croott..croott..croottt..

Hampir sepuluh kali cairan itu menyembur dari ujung p*nisku. Diminumnya dengan rakus m*niku itu. Dij*latnya semua, sampai tak ada lagi cairan yang tersisa. Meskipun sudah keluar tetapi p*nisku tetap saja tegar meski tak seberapa keras lagi. Melihat itu, Mamaku menggosok-gosokkan p*nisku di v*ginanya.

Merasakan gesekan-gesekan lembut v*gina Mama, p*nisku mulai mengeras kembali. Digengamnya p*nisku dan diarahkan ke lubang per*nakannya. Dengan sedikit gerakan menekan, p*nisku perlahan masuk setengahnya ke v*gina Mama. Kurasa ini sudah mentok, karena beberapa kali Mama coba untuk menekan lebih keras lagi agar p*nisku dapat masuk semua, tapi keluar kembali setelah menatap ujung rah*mnya.

Dengan bersemangat Mama mulai menaik-turunkan tubuhnya. Gerakan naik-turun yang terkadang diselingi dengan gerakan memutar, sungguh merupakan sensasi yang sangat luar biasa. Apalagi posisiku yang ada di bawah sungguh sangat menguntungkanku. Aku dapat melihat pay*dara Mamaku naik-turun seiring dengan goyangan pinggulnya.

Dengan gemas, kuraih pay*dara yang menari-nari di depanku itu. Kutarik pay*dara Mama mendekat ke wajahku. Kulihat wajah Mama meringis kesakitan karena pay*daranya kutarik dengan paksa. Kugigit put*ngnya sampai berubah warnanya menjadi kemerahan. Kurasakan ada cairan putih s*s* menetes keluar dari put*ngnya saat kuc*cup pay*daranya.

Entah mengapa aku sangat suka sekali mempermaikan pay*dara Mamaku ini. Kurasakan otot-otot v*gina Mama dengan kuat menyedot p*nisku. Semakin lama kurasa semakin kuat saja v*gina Mama menjepit p*nisku. Kulihat wajah Mama nampak makin memerah menahan org*sme kuduanya yang akan keluar sebentar lagi.

“Ton.. Ah.. Oouggg.. hh.. Ton, Mama mau keluar lagi, Ton.”
Dan.. Seeerr.. Kurasakan cairan hangat membasahi p*nisku. Ada cairan yang menetes disela-sela pahaku saking banyaknya cairan yang keluar.

“Duh, Mama kok udah keluar sih, ga mau nungguin Anton.”
“Maaf deh. Kamu juga sih perkasa banget, Mamakan udah ga tahan lagi.”
Dengan sigap segera kubalik tubuhku, sehingga kini Mama berada dibawah. Tanpa banyak bicara, segera saja kupompa pant*tku dengan cepat.

Mendapat ser*ngan yang tiba-tiba itu Mamaku menjerit-jerit kesakitan. Meskipun v*gina Mama udah becek banget, tapi tetap saja terasa seret untuk p*nisku. Tak kuhiraukan suara Mama yang menjerit-jerit kesakitan, yang ada dipikiranku saat itu adalah aku ingin segera mengakhiri permainan ini dan merasakan nikmat yang akan datang padaku.

Kurasakan otot-otot p*nisku mulai berdenyut-denyut dengan kerasnya. Ada sesuatu yang berusaha untuk keluar dari b*tang p*nisku. Kucoba untuk menahannya selama mungkin agar tidak segera keluar. Tapi jepitan v*gina Mama akhirnya meruntuhkan pertahananku, Croott.. croott..

Man*ku keluar juga, menambah becek v*gina Mama. Kubiarkan p*nisku tetap didalam v*gina Mama untuk merasakan sisa-sisa org*smeku. Kurasakan v*gina Mama tetap saja berdenyur-denyut, meski tak sekuat tadi.
“Ma, terima kasih ya, udah mau temenin Anton main.” kataku dengan manja.

“Kamu, tuh, Ton, kalau mau main jangan maksa dong. Masak Mamamu sendiri kamu perk*sa.”
“Tapi Mama senangkan ?”
“Iya sih!” Kata Mama malu-malu.

Sejak saat itu aku dan Mama sering berhubungan s*x bersama kalau dirumah lagi sepi. Kami pernah melakukannya sehari-semalam karena aku berhasil masuk ke PTN favorit.
“Itu hadiah buat kamu.” Kata Mamaku sambil mengerlingkan sebelah matanya dengan manja.